CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Kategori

Sabtu, 12 Desember 2009

Tumbuh sebagai Anak Jalanan, Menjadi Dewasa Bersama Islam

Awal hidupnya ia jalani dengan kekacauan, namun hatinya tidak pernah menolak kebenaran. Akhirnya ia pun menemui makna hidup bersama Islam

Namaku sekarang Abdullah Abdul-Malik, dilahirkan, dibesarkan, dan tinggal di Amerika Serikat. Usiaku 28 tahun. Aku sudah menjadi Muslim selama hampir 5 tahun.

Aku dibesarkan di sebuah lingkungan yang elok di Philadelphia, Pennsylvania. Aku suka bermain sepakbola di waktu kecil. Sebagaimana seorang remaja Amerika, aku senang mendengarkan musik rap dan menonton film-film yang penuh adegan kekerasan. Ketika itu aku yakin bahwa hidup memanglah seperti itu.

Aku menyangka apa yang aku lakukan ketika itu keren, dan memang gaya hidup seperti itulah yang harus dijalani, penuh gairah, dan berbahaya. Oleh sebab itu, aku menjadikan para rapper dan pemain film itu sebagai panutan, dan termakan keyakinan bahwa hidup itu harus menjadi seorang pembangkang terhadap lingkungan.

Sekarang aku tahu bahayanya musik dan televisi terhadap masyarakat kita. Jika kamu tidak memiliki panutan yang positif, maka kamu akan memiliki panutan yang negatif.

Aku terjerumus mengkonsumsi mariyuana, dan mulai menjualnya saat usia remaja. Aku menjalani hidup seperti itu selama masa sekolah menengah hingga kira-kira berusia 23 tahun.

Aku mulai merasa bahwa teman-temanku bukanlah teman yang sebenarnya. Aku menjadi paranoid, tidak tahu siapa yang bisa dipercaya. Jiwaku terasa hampa.

Akhirnya aku bermain dan membuat musik untuk menyalurkan tekanan perasaan yang terpendam di dada.

Hidupku menjadi kehilangan semangat dan terisolasi. Aku mencari-cari jati diri.

Keluargaku kemudian mengalami masalah keuangan, lalu mereka pindah ke Florida. Aku sendiri memutuskan untuk tetap tinggal di Pennsylvania, karena di sanalah aku dibesarkan. Baik atau buruk, Pennsylvania adalah rumah bagiku, dan aku belum siap meninggalkannya.

Aku pindah rumah, tinggal sendiri di sebuah apartemen yang dekat dengan tempat aku dibesarkan. Aku belajar untuk bertahan hidup. Ketika itu rasanya sangat sulit dan kesepian.

Kehidupanku semakin keras saja. Aku mulai berani mengambil kesempatan. Aku berhenti menjual narkoba secara sembunyi-sembunyi, mulai nekat, dan tidak takut apapun.

Aku tidak lagi hanya menjual narkoba kepada orang-orang yang kukenal, bahkan mulai menjualnya kepada orang yang tidak kukenal sama sekali. Aku mulai melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak akan pernah aku lakukan. Begitulah, jika kamu sudah terperosok dalam pada sesuatu, maka kamu akan semakin berani mengambil resiko, dan gaya hidup yang berbahaya sekali pun mulai dirasa nyaman dan bahkan dianggap normal.

Akhirnya akupun terjebak menjual mariyuana kepada seorang polisi yang menyamar pada tahun 2004. Aku kemudian menjalani pemeriksaan. Ketika itu aku merasa ada tekanan yang besar dari sekelilingku.

Aku takut jika harus hidup dalam penjara, karena itu aku berhenti menjual narkoba dan mulai mencari pekerjaan. Saat itulah aku bertemu dengan seorang pria Muslim berusia 50-an tahun. Di tempat bekerja itu aku mulai berbincang-bincang tentang Islam. Aku bertanya kepada orang tua itu, apakah Muslim percaya pada Yesus, karena selama ini yang aku tahu hanyalah Yesus.

Dia bilang, ya. Yesus adalah salah seorang yang mulia dalam pandangan agama, tapi kami mempercayainya sebagai seorang nabi, bukan Tuhan. Ia mengatakan kepadaku bahwa Muslim percaya kepada semua nabi, mulai dari Adam hingga Muhammad. Dan Tuhan itu Esa, tidak ada yang setara dengan-Nya dan menyamai-Nya.

Ketika ia menjelaskan hal itu, aku menerimanya, sepertinya aku sudah pernah merasakannya. Apa yang dikatakannya bisa diterima nalar. Jadi mana mungkin seseorang menolak pernyataan yang sangat kuat dan masuk akal seperti itu?

Oleh karena aku kelihatan tertarik, ia berkata akan memberiku sesuatu.

Saat itu aku merasa bahwa aku harus berubah, dan aku haus akan jawaban. Aku selalu percaya adanya Tuhan, tapi banyak hal yang membingungkanku, dan aku tidak bisa menerima Kristen sebagai sebuah keyakinan yang benar.

Satu malam setelah mengantar orang tua itu pulang kerja, ia memberiku sebuah Al-Qur’an. Kuucapkan terima kasih, dan malam itu pula aku mulai membacanya. Kitab itu seakan berbicara dan menjelaskan semuanya dengan jelas kepadaku. Aku yakin kitab itu benar, dan hanya Tuhan saja yang mampu membuat kitab seperti itu.

Sungguh sangat masuk akal bagiku, dan sekejap ada kedamaian yang kurasakan di dalam hati. Sesuatu yang sepertinya belum pernah aku rasakan.

Merenungkan Makna

Ketika aku berjumpa lagi dengan pak tua keesokan harinya, ia berkata bahwa aku kelihatan sangat jauh berbeda. Aku katakan padanya bahwa kitab itu membuat kita merasa baik, dan hal itu sangat menakjubkan.

Aku tahu bahwa aku senantiasa diawasi oleh polisi. Aku pikir, karena mereka tidak menangkapku, maka mungkin mereka membiarkan hingga aku melakukan sesuatu yang lebih buruk. Banyak detektif yang tidak ingin melakukan penangkapan kecil, biasanya ingin mendapatkan tangkapan yang besar.

Setelah beberapa bulan di bawah pengawasan, beberapa orang detektif tiba-bisa muncul di suatu tempat dan menyergapku. Aku ditahan dengan tuduhan menjual mariyuana dalam jumlah kecil.

Aku kehilangan pekerjaan, dan dipenjara selama beberapa hari sebelum akhirnya keluargaku yang berada di Florida membayar tebusan. Berita itu sungguh menyedihkan hati mereka, dan menimbulkan masalah besar kepada keluargaku.

Para detektif itu mengatakan, mereka tidak benar-benar menginginkan aku, mereka ingin agar aku menolong mereka menjebak orang lain. Tapi aku menampiknya dan memutuskan untuk menjadi lelaki sejati.

Setelah bebas dengan tebusan, aku terus membaca Al-Quran dan merenungkan secara mendalam makna yang dikandungnya.

Pada suatu malam, ketika aku membacanya dalam kegelapan, aku melihat seakan-akan ada cahaya yang memancar dari kitab itu. Aku yakin itu adalah tanda dari Tuhan bahwa kitab itu benar, dan bahwa hidupku akan segera berubah selamanya, dan aku mempunyai tujuan hidup.

Cahaya itu tidak memancar sekejap saja, tapi memancar selama aku membacanya–kurang lebih selama 45 menit. Aku berpikir untuk memberitahukan hal itu pada temanku yang tidur di lantai atas. Tapi aku merasa itu adalah tanda dari Tuhan untukku, dan aku tidak akan merusaknya.

Sebelumnya aku sudah percaya jika kitab itu benar, tetapi ketika aku melihat cahaya itu, keyakinanku berubah selamanya.

Pada akhirnya, aku pun harus masuk penjara. Di sana aku bertemu orang-orang Muslim, yang ternyata merupakan orang-orang terbaik yang pernah aku temui. Orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi hanyalah orang-orang yang terperosok pada situasi yang menyudutkan dan mengambil keputusan yang keliru.

Aku jadi tahu karakter orang muslim: laki-laki kuat yang punya harga diri, rendah hati, penyayang, dan penuh ketaatan. Di dalam penjara itu aku belajar berpuasa, berdoa, shalat dan mengikuti shalat Jumat.

Aku melihat bahwa karakter seorang Muslim itu teguh memegang kebenaran dan tahu bagaimana menjadi pengikut setia Tuhannya. Mereka adalah orang-orang, yang meskipun dalam keadaan tertekan, selalu tabah atas apa yang menimpa diri mereka, tanpa rasa khawatir, dan percaya sepenuhnya kepada Sang Pencipta.

Hidupku seluruhnya diobati, dan jiwaku berubah. Penjara membantuku menjadi bijaksana, dan pikiranku menjadi terang untuk pertama kalinya. Di penjara kamu akan belajar menjadi orang yang berpikir, karena kamu tidak punya apapun kecuali waktu untuk berpikir, merenung. Kamu akan mempertanyakan segalanya, agamamu, keluargamu, teman-temanmu.

Di penjara, berarti kamu berada di tempat yang tidak banyak gangguannya. Sungguh itu sebuah anugerah bagiku.

Aku tahu bahwa aku tidak akan menyukai penjara, tapi aku yakin bahwa itu adalah yang terbaik bagiku.

Di sana kegiatanku hanya membaca, berolahraga, dan mengingat-ingat kembali apa yang telah aku lakukan selama ini, dan apa tujuan hidupku sebenarnya.

Aku menjalani masa kurungan hanya satu tahun lamanya. Setelah keluar, aku pindah ke Florida. Sejak itu aku tinggal di sana.

Aku merasa seperti dilahirkan kembali.

Sekarang, aku sedang mengikuti pendidikan keperawatan, dan berencana untuk keliling dunia membantu orang-orang yang tidak seberuntung aku. Sambil terus menyebarkan pesan agama kebenaran.

Jika kamu pernah melakukan kesalahan, lalu menemukan kebenaran, maka segalanya akan terasa semakin terlihat jelas. Menakjubkan, ketika pertama kali aku belajar hidup sebagai seorang dewasa. Kebenaran datang saat aku membutuhkannya, di saat yang tepat.

Hidupku sebelumnya sungguh kacau. Aku merasa sangat beruntung karena menemukan Islam sebagai jalan benar yang lurus. Jika kamu sudah menemukan agama ini, maka kamu tidak akan ingin kembali kepada keadaan seperti sebelumnya.

Aku pernah hidup di jalanan, kemudian tinggal di penjara, dan akhirnya hidup dalam Islam.

Akhirnya, aku merasakan apa yang telah aku jalani semuanya adalah berharga dan patut. Tanpa semua itu, aku tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah! [di/ri/www.hidayatullah.com]

Permainan Palsu

Pernah suatu hari aku coba melakukan suatu hal yang seharusnya tak kulakukan. Ketika itu aku sedang ingin mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari yang aku miliki saat itu. Sebenarnya sudah ada kata yang berbisik ditelingaku, "sebaiknya ini tak kau lakukan". Aku kemudian berargumentasi dengannya, "kenapa hal ini tak boleh aku lakukan?" Lantas kata di telingakupun menjawabnya pula, "bukankah pak ustad pernah bilang, bahwa sebuah permainan yang hanya mengandalkan untung-ungan itu tidak boleh dilakukan, haram...haram...itu sama dengan judi...haram...haram..." Diucapkannya kata itu berulangkali, sampai akhirnya aku menutup telinga tanda tak mau lagi aku mendengar tutur katanya.

Aku letakkan selembar uang ribuan di satu tanda, saat itu, uang seribuan sangatlah besar harganya, bisa untuk makan beberapa kali di warung pojokan alun-alun. Bahkan sambil minum es teh manis beberapa gelas pula. Tapi seibuan itu akhirnya kuletakkan juga di salah satu tanda, dengan hrapan aku akan mendaatkan enam kali seribuan, yang berarti enam ribu rupiah, begitu pikirku.

Sementara satu orang yang menguasai permainan itu, disebut bandar, masih menunggu orang lain untuk juga ikut bertaruh sama halnya sepertiku. Matanya menengok ke kanan dan kiri, sesekali wjaahnya mendongak kepada orang yang berharap-harap cemas. Matanya terkadang melotot, tak jarang pula, sesekali dia menghardik kepada orang yang ikut bertaruh. Padahal menurut nalarku dia tidak menghardik, tapi hanya memastikan, apakah benar orang yang bertaruh itu sudah meletakkan taruhannya di tanda yang dikehendaki atau masih ingin berubah pikiran. Itu saja nalarku. Tidak lebih dan tidak kurang.

Satu menit berlalu, dua menit menuju. Jantungku berdegup tak menentu. Rasanya sama seperti saat aku kena damprat orang tuaku saat aku terlambat pulang ke rumah setelah bermain seharian diluaran. Dag...Dig...Dug.... Rasa dadaku sesak bagai tertindih bongkahan batu sebesar kerbau. Wuuihh...

Tibalah saatnya bandar itu mengangkat tutup alat permainannya...mataku melotot dan nafasku tertahan di jakun.... Dapat...dapat...dapat...

Ternyata tanda yang keluar tidaklah sama dengan gambar taruhanku. Aku tertunduk lesu, menyesali selembar uang seribuan yang telah melayang berpindah tangan dengan mudahnya. Tidak dijambret, tidak pula dirampok, tidak juga dicopet. Hilang dengan mudahnya dihadapanku.

Kata-kata di telingaku kembali berbisik, kali ini lebih keras lagi, "bukankah sudah aku bilang jangan kau lakukan, itu sama dengan judi, dan judi itu dilarang oleh Allah sebagai perbuatan yang munkar...sekarang kau menyesal bukan?"
Aku tertegun mendengar kata-katanya. Tetapi setengah menit kemudian, aku merogoh sakuku dan kukeluarkan lagi uang seribuan dari dalamnya. Aku berkata dalam hati, "uang seribuan tadi harus kembali lagi kepadaku..." Kuhembuskan nafasku dengan kerasnya, sampai beberapa orang menoleh ke arahku. Ya, uang seribuanku harus kembali lebih banyak lagi. Kemudian kuletakkan uang seribuan ke tanda yang kuinginkan. Perasaanku bercampur antara soto dan rawon, es jeruk dan jus alpukat. Kutunggu beberapa menit dengan kadar keresahanku yang semakin meningkat.

Dua menit kemudian....
Aku memaki dengan keras.... Sontak beberapa orang menatap ke arahku dengan perasaan jengah. Aku memaki tak henti-henti dan kutinggalkan tempat itu dengan pandangan tertunduk lesu. Kugenggam kepalan tangan kiriku. Dan kuhentakkan pula tapak kakiku keras-keras di jalan setapak alun-alun yang temaram. Dengan gundah aku berlalu begitu saja, berjalan menuju arah timur, pulang.

Esok paginya, kebetulan aku lewat sekitaran alun-alun untuk menuju ketempat kerjaku. berjalan kaki saja dan kadang-kadang aku juga sempatkan untuk berhenti sambil menikmati segarnya udara pagi. Kudapati orang-orang yang tadi malam ada di sekitarku saat kupertaruhkan dua lembar uang seribuanku dengan harapan akan kudapatkan enam kalinya. Mereka tertawa-tawa dan kebetulan aku kenali salah satu diantaranya...bandar...yah bandar itu. Suaranya masih kuhafal walau tadi malam aku telah terbaring lesu ditekan penyesalan. Bandar itu berucap, "Orang-orang bodoh...dibohongi mau saja. Tidak mungkin mereka menang dalam permainan kita, mereka tidak tahu kalau kita curangi...." dan masih banyak lagi kata-kata yang membuat telingaku semakin memerah sakit setengah mati.

Ternyata mereka telah curang, orang-orang yagn berkerumun dan sesekali ikut bertaruh adalah kawan-kawannya juga. Aku adalah salah satu korban mereka. Korban dalam permainan palsu yang tanpa mengenal belas kasihan.

Akhirnya aku bisa mulai memahami, bahwa saat kita melakukan suatu perbuatan munkar, maka akan ada penyesalan yang tak terhingga. Semoga kelak kemunkaran ini tak pernah kulakukan lagi. Memang hanya 2 lembar uang seribuan, tapi saat itu bisa menghidupiku selama 10 hari lamanya dengan nasi bungkus di warung pojokan alun-alun.

Astaghfirullahhaladziim...

Kepemimpinan ‘Kritis’

Memimpin kelompok, organisasi, perusahaan, apalagi negara memang tidaklah gampang. Tapi, tidak pula susah. Disebut memimpin berarti ada yang dipimpin. Ada mitra kerja (atau bisa disebut bawahan) yang akan menggalang kebersamaan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

Jabatan pemimpin adalah sebuah amanah. Apalagi jika yang dipimpinnya adalah organisasi dakwah yang punya cita-cita adiluhung, yakni berupaya melanjutkan kehidupan Islam. Insya Allah hal itu merupakan amal shaleh, tentu saja jika ikhlas melakukannya. Karena memimpin adalah amanah, maka seorang pemimpin tidak berhak menjadikan organisasi yang dipimpinnya sebagai hak milik pribadi, sehingga merasa perlu dan wajib (menurut ukuran diri sendiri) untuk memperlakukan organisasi tersebut sesuai kehendaknya, atau merasa berhak mengorbankan bawahan dengan berlindung atas nama penyelamatan organisasi.

Menjadi pemimpin bukan berarti antikritik. Bukan pula harus merasa benar sendiri. Sehingga anekdot dalam kepemimpinan akhirnya berlaku: 1). Pemimpin tak pernah salah. 2). Jika pemimpin bersalah, kembali kepada pernyataan pertama. Tentu ini sangat menggelikan dan sungguh merupakan kepemimpinan yang �kritis’ (baca: mengkhawatirkan).

Kepemimpinan yang baik memang bukan berarti tanpa cela. Sebagaimana halnya manusia yang bertakwa bukanlah yang selalu benar dalam menjalani kehidupannya, tapi manusia yang bertakwa adalah ketika ia berbuat salah, segera bertaubat. Itu artinya, pemimpin yang baik bukan berarti selalu benar, apalagi merasa benar sendiri. Maka, mendengarkan masukan dari bawahan, adalah hal yang sangat dianjurkan. Karena apa? Karena pemimpin tidak ma’sum. Masih ada celah untuk lupa, termasuk berbuat maksiat. Jadi, ada baiknya mendengarkan masukan, saran, bahkan mungkin juga keluhan dan harapan dari bawahan. Tak ada salahnya bukan?

Rasulullah saw. bersabda: “Ambillah hikmah yang kamu dengar dari siapa saja, sebab hikmah terkadang diucapkan bukan oleh orang yang bijak. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?� (HR al-Askari)

Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah pernah berkata, “Man ahsanal istima’, ta’ajjalal intifa –Siapa yang paling baik mendengarkan, dia akan cepat mendapatkan manfaatâ€?. Beliau juga pernah mengingatkan kita untuk menyimak “isiâ€? pembicaraan dan bukan “siapaâ€? yang berbicara. “Perhatikanlah apa yang dikatakan, dan bukan siapa yang berkata!â€?

Jika sebagai pemimpin menginginkan ketaatan yang kritis (cerdas) dari bawahannya, bukan ketaatan yang �kritis’ (mengkhawatirkan), maka tentunya harus memberikan teladan yang baik kepada bawahan. Bagaimana pun juga, pemimpinlah yang seharusnya dan punya kewajiban memberikan teladan, karena seorang pemimpin lebih mungkin untuk didengar dan dipercayai. Lagi pula, bagaimana mungkin diangkat dan dipilih jadi pemimpin jika tidak bisa dijadikan teladan. Seseorang yang memimpin pasti umumnya lebih baik dari orang kebanyakan. Lebih baik semangatnya, lebih baik ilmunya, lebih baik kesabarannya, lebih baik segalanya.

Seorang pemimpin dikatakan telah gagal dan kepemimpinannya dikategorikan �kritis’ alias mengkhawatirkan adalah ketika seorang pemimpin tak mampu memimpin bawahannya. Bahkan lebih memilih bermusuhan dengan bawahannya yang berbeda sikap dan pendapat dengannya, ketimbang berusaha duduk bersama dan melakukan dengar-pendapat dengan bawahannya yang berseberangan itu. Siapa tahu bisa dicari jalan keluar yang terbaik. Sebab, kita bukan hanya ingin bersama, tapi juga bersatu. Kita juga tidak hanya ingin diangap bilangan, tapi juga diperhitungkan[O. Solihin]

DOA

Dengan hormat
Kepada Allah yang Maha Besar
Ya Allah,Penguasa Bumi Angkasa Raya dan seluruh Jagat. Yang mengatur alur waktu dan hukum alam. Yang mengontrol takdir dan nasib. Yang tak terjangkau logika manusia dan yang terdekat setipis hati dan selembut aliran darah. Yang memberi nasib baik dan nasib buruk. Yang menyediakan akal dan hasrat nafsu kepada manusia. Yang awal dan yang akhir. Penguasa tujuh langit surga dan tujuh lapis neraka serta tujuh hari.
Ya Allah,semua kemuliaan dan kehormatan ditelapak kakikumu. Semua kemasyuran dan kebesaran ditelapak tanganmu. Semua cahaya dan gelap tercipta karenamu. Semua kebudayaan dan sejarah bermula dari rencanamu. Semua tiupan nafas dan hembusan kematian berawal dan berakhir karena keinginanmu. Semua rencana dan keagunganmu terhadap manusia.
Ya Allah, yang pencemburu dan pemarah. Yang menghancurkan juga membangun. Yang merawat dan juga yang memecut. Yang melihat dan campur tangan dalam kehidupan dan kematian. Yang mengasihi juga membenci. Yang mengatur dan juga memporak porandakan. Yang esa juga yang terkecil. Yang manusia juga bukan manusia. Yang dimengerti juga yang tidak diketahui.
Hambamu ini ya Allah yang hina dan berdosa. Yang layak dan tidak layak dihadapanmu berdasarkan kehendakmu. Yang termungil dari yang terkecil. Yang terhina dari yang terbuang. Yang membenci dan melukai sesamanya juga membunuh. Yang berzinah dan mencela durhaka. Yang menghasut juga yang melawan firmanmu. Yang sembunyi dan ketakutan. Yang tersesat dan terhilangkan didebu tanah.
Anakmu ini ya Allah. Meminta dengan doa dari hati dan pikirannya. Memohon dan bertekuk lutut diatas kelemahan dan kerinduan. Menangis karena kesalahan yang tercipta dari diri sendiri. Yang bergantung kepadamu dari belum sampai habis. Yang mengenalmu dan tidak mengenalimu dari lahir sampat mati. Yang mengetahui dan tidak mengetahui keberadaanmu. Yang menyanjungmu dan menyangkalmu.
Ciptaanmu ini ya Allah. Yang tidak setia dan selingkuh. Yang menghujat dan menyembah berhala. Yang buta dan pincang dalam hidup. Yang mencintai dan yang membenci. Yang merasakan kehadiranmu dan yang menolak hukummu. Yang sakit dan sehat diraga dan jiwa. Yang menciptakan baginya dan yang menghancurkan apa yang baginya. Yang menjadikan dan yang memutuskan bagi kepentingan dirinya.
Jika hambamu ini diperkenankan ya Allah. Permintaanku ini ya Allah dikabulkan.

buku harian Parmin

Parmin duduk di depan tokonya. Barang-barang yang baru datang, diangkut oleh beberapa anak buahnya masuk ke dalam gudang. Sambil menghitung dan menge-cek, Parmin memastikan keadaan barang-barang pesanannya utuh dan baik. Sebagai pengusaha furniture dan prabot rumah tangga yang maju, Parmin sangat menjaga sekali kuwalitas barang dagangannya dan memperhatikan kesejahteraan anak buahnya. Rupanya ia tepati janjinya, dulu ketika dia masih menjadi pesuruh di sebuah kantor perusahaan besar. Apa yang pernah ia alami akan menjadi pedoman dalam hidupnya. Anak buahnya begitu senang mempunyai bos seperti Parmin. Dengan sikap Parmin yang pemurah dan ramah membuat anak buahnya bekerja dengan loyal dan bersungguh-sungguh serta tanggung jawab penuh dan semua itu berpengaruh juga dengan hasil kerja mereka. Usaha Parmin semakin berkembang. Setelah merasa barang-barangnya baik Parmin melangkah masuk kedalam ruang kerjanya yang sekaligus sebagai tempat tinggalnya. Buku harian yang lama tak tersentuh diambil dari dalam lemari bajunya, sesaat ia memperhatikan sampulnya yang kusam. Lembar demi lembar dibukanya, sambil duduk di kursi kayu di depan mejanya. Ia terbayang kemasa lalu yang pahit namun indah. Parmin serius membaca kisahnya sendiri, terkadang bibirnya tersenyum, lalu sedih dan terharu.Mei, 2004Jalan hidup memang penuh dengan warna, terkadang putih, mendadak berubah menjadi hitam, begitu pula sebaliknya. Namun, kadang juga bisa berwarna-warni, seperti pelangi, indah dengan banyak warna.Warna kehidupan tergantung bagaimana kita menghendakinya. Sebab semua berawal dari diri kita sendiri. Aku mungkin harus lebih sabar lagi, menghadapi seorang Bos yang hobinya marah-marah, meskipun aku sendiri tidak tahu apa salahku. Terkadang aku merasa tersinggung dengan ucapannya yang sangat menyakitkan hati.“ He kacung!, sini kamu” Bentak Bosku.” Iya Pak, ada apa?”Tanyaku sambil membunkukkan badanku.”Ada apa!, lihat pakai matamu kertas-kertas berantakan seperti itu di mejaku. Rapihkan!”tanganya sambil menengulkan kepalaku, di depan orang ramai, aku hanya menunduk dan mengangguk, dalam hatiku terbesit sejuta luka, dan aku kembali dalam kebingungan,” apa sebenarnya yang salah, mengapa bos harus pakai acara maki-maki?, nyuruh ya nyuruh aja gak usah pakai cacian segala, Ya Allah kuatkanlah hati hamba” Ratap hatiku penuh dengan iba.“ Kamu di sini hanya kacung !, bukan pejabat ?!. apa yang aku katakan kamu harus dengar dan kerjakan “ Ucapnya bengis. Aku ingin bertanya, apa sebenarnya kesalahanku, namun belum bibir ini terbuka ia sudah menghujani aku dengan makian dan cemoohan.Sabtu, Mei ’04 Sebelum subuh, pada saat orang-orang masih terlelap dengan mimpinya, aku sudah bermandi keringat. Dari lantai tiga hingga lantai bawah sudah aku bersihkan, dan selesai jam 07 .00 pagi. Istirahatku hanya waktu sholat. Menyapu, ngepel, hingga mengelap kaca jendela, setiap hari aku kerjakan. Gaji yang aku terima hanya cukup untuk biaya sekolah adikku, aku tidak pernah punya pendapatan lebih dari gaji pokokku. Dua tahun sudah aku jalani pekerjaan ini. Betapa nikmat dan senangnya aku melakukannya. Jika saja pekerjaanku dihargai, tidak usahlah dengan digaji besar. Jangan dimarah-marah saja aku sudah merasakan kebahagiaan tersendiri.“ Inilah ladang ibadah buatku” Ucap hatiku pasrah, sambil mendorong kain pel dari kiri ke kanan, ke depan ke belakang. Sambil bernyanyi lirih menyebut asma Allah.“ Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, mengerti dari setiap ucapan dan langkah, mengetahui dari segala niat di hati “. Aku tidak boleh berlama-lama seperti ini. Setelah adikku lulus dan modalku cukup untuk membuka suatu usaha, aku jadikan pekerjaan ini sebagai tempatku menimba ilmu dari segala pengalaman yang aku alami. Aku akan akhiri pendidikan yang sangat menekan ini. Mudah-mudahan aku lulus menjadi orang yang sabar.Berat memang aku rasakan, namun itu tidak aku jadikan beban, apapun bentuknya ucapan yang ditujukan padaku itu adalah ilmu. Sekarang tinggal aku yang berfikir positif saja, mungkin bos marah-marah padaku karena ia mempunyai masalah dengan relasinya, atau keluarganya atau hal-hal lain. Ya, namanya juga orang penting, wajar kalau punya masalah dimana-mana.Tapi yang aku herankan mengapa harus aku yang menjadi luapan amarahnya?. Ehm!. Aku hanya tersenyum, “Alhamdullialah Ya Allah,” mungkin dengan dijadikannya aku tempat untuk melampiaskan amarahnya, dapat membuat pikiran dan hatinya tenang, walau hanya sesaat. Jika saja dia tahu, obat yang paling mujarab untuk mengobati kegelisahaan yang selalu melandanya itu, pasti ia tidak akan pernah lagi memarahi aku dan menjadikannya sebagai media untuk melepaskan segala unek-uneknya. Hanya kepada Allah seharusnya ia mengadukan segala masalahnya, karena Dia-lah sebaik-baiknya tempat untuk mengadu. Aku juga bisa tenang, senang walau dihina, dicaci dan dimaki itu karena pertolonganNya. Andainya kamu tahu Bos.! Kalau Allah itu Maha Penyayang dan Pengasih, lagi Maha pemberi pentunjuk. Sambil berdendang ria dengan pekerjaanku, azan subuh berkumandang. Aku buru-buru mandi dan melaksanakan kewajibanku yang utama “ Sholat Subuh”. Aku tidak pernah menyesali nasibku dan aku tidak pernah membenci pekerjaanku, walau menjadi pesuruh dan tukang sapu, bagiku inilah yang terbaik. yang diberikan Allah padaku. Apapun pekerjaan itu asal masih dijalanNya aku siap melakukannya.Terkadang aku merasa iri, dengan orang-orang yang bekerja di kantoran, yang sukses dengan usahanya, karena pekerjaan yang mereka lakukan sangat diimpi-impikan oleh kebanyakan orang, salah satunya orang tuaku, mereka mengharapkan aku bekerja di kantoran yang punya koneksi dan gaji tinggi. Ya ! itu lumrah, keinginan dan cita-cita orang-orang, seperti orang tuaku yang selalu hidup dalam garis kemiskinan. Walau pendidikanku tidak juga rendah, tapi aku merasakan kenikmatan tersendiri walau pekerjaanku dianggap rendah oleh orang. Aku senang melakukannya. Mengapa tingginya derajat dunia selalu di ukur dari materi dan jabatan, ya ?. apakah penampilan dan harta yang banyak dapat menjamin manusia itu bahagia?. Ah, itu tergantung dari manusianya dan apakah kemiskinan selalu merasa kesusahan ?, sekali lagi itu tergantung manusianya, cara bersyukurnyalah yang dapat menentukan menurutku.Kemiskinan dan kekurangan memang aku rasakan tapi bukan berarti aku menyesali pada nasib. Kekurangan aku jadikan sebagai alasan untuk berjuang meraih yang lebih baik, dan kekurangan akan selalu ada pada setiap mahkluk. Kemiskinan aku jadikan cambuk untuk lebih memahami dan menghargai hidup. Senin, Mei ’04Jam dinding menjukan Pukul 03.45 menit, hanya beberapa suara ayam berkokok, aku terbangun, aku melihat bulan penuh, bersinar di ujung barat, cerah langit malam ini, bintang bersinar meredup. Aku menatap bulan penuh dengan kebanggaan “Betapa besar Ya Allah KuasaMu”aku tersenyum sambil melangkah menahan kantuk, hatiku berdesir saat aku tatap bulan itu seakan tersenyum melihatku. Lima ekor kalong lewat bersama-sama, seakan menuju arah sinar sang rembulan, mereka hendak pulang, setelah hampir semalaman mereka mencari buah-buahan sebagai nafkahnya. Walau bukan musim buah-buahan namun kalong tetap saja menemukan makanan, oh inilah keadilan dan kasih sayang Allah. Aku duduk sesaat merenungi betapa besar Kasih sayang Allah untuk mahlukNya. Siang tadi aku merasa putus asa, aku takut tidak mendapatkan pekerjaan lagi, kalau aku dipecat nanti. Ucapan bosku kali ini memang susah untuk aku terima, aku memang orang kecil, tapi apakah aku tidak boleh bermimpi menjadi orang besar,? walau hanya mimpi.??!Siang tadi Aku mengajukan permohonan kasbon untuk biaya adikku yang akan ujian seminggu lagi. Gajiku hanya cukup melunasi uang bulananya saja sedangkan uang ujiannya sama besar jumlahnya dengan gajiku bekerja sebulan di sini. Baru dua hari aku gajian, sekarang sudah habis untuk membayar hutang diwarung makan dan biaya sekolah, pikiranku kalut kemana aku harus berhutang. Akhiranya aku nekat untuk meminjam uang pada bendahara.“ Aduh Min, aku tidak bisa memberikan pinjaman, kalau tidak ada surat persetujuan dari Bos.” Ucap wanita itu. “ Jadi aku harus menghadap Bos dulu ?, baru biasa mendapat pinjaman itu, aduh Mbak, aku takut, pasti nanti aku di maki-maki Bos, Mbak tahu kan Bos itu bagaimana?”. Kata ku bingung“ Iya Min, aku tahu dan semua tahu, kalau beliau itu orangnya galak, sombong, pelit dan segala sesuatunya harus teliti, detail serta mempunyai alasan-alasan yang tepat.”“ Bisa nggak ya Mbak, aku dapat uang hari ini, soalnya adikku mau ujian, ini sangat terpaksa Mbak, aku harus berhutang, soalnya tidak ada lagi tempat aku meminjam” Ucapku lirih. Bendahara itu hanya menghela nafas.“ Maaf ya Min, aku tidak bisa membantu kamu, aku sendiri juga banyak kebutuhan”. “ Tidak apa-apa Mbak, kalau begitu aku harus temui bos sekarang, nanti keburu dia pergi, terima kasih ya Mbak,” . Sambil berlalu dari ruangan yang ber AC namun panas itu, aku menuju keruangan bosku. Kebetulan dia ada di dalam dan sedang tidak ada tamu, pelan aku ketuk, lalu ku dorong pintunya, terlihat pria tua botak, gendut melihatku heran. Tidak ada senyum dibibirnya, biasanya jika ada tamu yang datang dia selalu ramah dan menyambutnya dengan pujian dan jilatan kata yang manis madu, tapi terhadapku seakan melihat sampah yang menjijikan, tidak terdengar ucapan apapun, silahkan duduk kek, atau tanya ada perlu apa gitu. Apa mentang-mentang aku ini kacung sehingga tidak ada harganya sama sekali. Aku tersenyum sambil merundukan badanku.“ Maaf Pak, mengganggu sebentar, “ . “ Iya .! ada apa!?”. Belum-belum ucapanya sudah membentak keras aku jadi sedikit gemetaran.“ Begini Pak, saya ada keperluan, adik saya mau ujian, dan biayanya masih kurang, .....” Belum selesai aku mengutarakan maksudku ia sudah berdiri dan mendekati aku dengan mata yang tajam melotot.“ He.., Min! kamu anggap aku ini bapakmu apa..!, kalau tidak punya biaya jangan sok menyekolahkan segala. Kalau tidak mampu jangan sok kaya, he,..! dengar ya, aku menggaji kamu bukan untuk sekolah adikmu, kalau urusan lain itu urusan mu bukan urusanku ngerti !”. Begitu pedih ucapan itu, aku hanya menunduk dan mengutuk dalam hati“ Iya pak tapi saya benar-benar membutuhkannya,tolong saya Pak,...?!, saya tidak tahu lagi pinjam kemana, biarlah bulan depan saya tidak digaji, yang penting adik saya bisa ikut ujian?!”. Aku mengiba, kata-kataku sedikit dipikirkannya, terlihat dari kerut di keningnya.“ Baik !, akan aku buatkan surat bonnya dan bulan depan kamu tidak mendapatkan gaji.” Aku mengangguk cepat, rasa senang dan bahagia begitu aku rasakan, walau bulan depan entah aku akan makan apa, yang penting adikku bisa mengikuti ujian.Buru-buru aku keluar menuju ruang bendahara, sambil membawa selembar surat dari bosku.Tiga lembar uang ratusan ribu aku selipkan dalam saku celanaku.“Akhirnya adikku bisa juga mengikuti ujian kelulusan,” Batinku puas. Rasa bahagia, bangga, sangat aku rasakan.Juni ’04Hari ini akhir bulan, aku benar-benar tidak diberi gaji oleh bosku. Bulan ini tenagaku terkuras penuh. Hutang di warung baru separuh aku bayar. “ Oh Tuhan, Ya..Allah beri hamabamu kesabaran yang tidak terbatas, agar hambamu terhindar dari perbuatan yang Engkau hinakan. “Hari ini, aku harus berpuasa, karena tidak ada lagi uang yang tersisa, mau hutang di warung lagi, aku malu. Hutang ku bulan kemarin belum bisa aku bayar. Mungkin sebulan ini aku harus mencari cara untuk bisa mendapatkan dana seseran.“ Ya Allah Murahkan RezkiMu, Sesungguhnya Engkau Maha Pemurah lagi Maha Kaya Raya.” Hatiku tidak henti-hentinya berdo’a. Hanya pasrah yang aku bisa perbuat. Hari makin sepi aku rasa, yang terus menghibur hanya hinaan dan cacian. Dikerjakan tidak dikerjakan sama saja hasilnya, selalu saja dimarah. Aku mulai berfikir untuk pindah saja dari pekerjaan ini, aku yakin diluar sana masih banyak yang lebih baik “ Kamu tidak pernah pecus bekerja, apa yang kamu kerjakan Min?!”’. Bentak bosku, di tengah-tengah orang ramai. Aku hanya tertunduk, tidak ada yang bisa aku ucapkan, suaranya terlalu keras, sangat menyakitkan.“ He..! dengar ya , Min,! kamu seharusnya bersyukur bisa bekerja di sini, dari pada kamu, lontang lantung tidak karuan. Kamu seharusnya berterima kasih padaku, karena aku bisa kasih kamu kerjaan, coba kamu lihat diluar sana, banyak orang ngantri mencari pekerjaan. Sekarang aku mau tanya, darimana kamu dapatkan uang tambahan itu. Kamu maling ya, apa kamu jual alat-alat yang ada di kantor ini ha !. “. Apa yang hendak aku jawab. Ingin aku jelaskan padanya darimana aku mendapatkan uang tambahan itu. Uang itu aku dapat dari mereka yang menyuruhku memfoto cofy berkas atau menyuruhku membeli rokok diwarung, bahkan ada yang Cuma-cuama memberiku uang, karena mereka kasihan terhadapku. Aku tidak pernah meminta apalagi aku harus mencuri.” Ya Allah cobaan Mu begitu indah aku rasakan, aku semakin tunduk pada KebesaranMu Ya Allah. Lindungilah hamba Mu dari segala fitnahan ini”. Aku hanya bisa menghembuskan nafas berat, aku ingin sekali meninju mukanya yang bengis itu, ingin sekali aku meremas mukanya yang begitu menjijikan itu. Aku bersyukur dan berterima kasih bukan padanya, tapi pada Allah.“ Min..! aku tidak mau melihat mukamu lagi di sini, mulai besok kamu sudah harus pergi dari sini, aku tidak mau mempunyai kacung seorang pencuri..!” Bentaknya sambil menunjuk wajah ku. Aku hanya tertunduk, ingin sekali aku menangis karena malu, ingin sekali aku menendang perut buncit itu, tapi apa gunanya.Aku memang harus pergi dari tempat ini, cukup sudah bekal yang harus aku bawa untuk melangkah kedepan kearah yang lebih baik.Memang tidak nyaman rasanya menjadi bawahan, selalu saja menjadi tempat pelampiasan amarah atasan. Mudah-mudahan jika aku diberi kepercayaan jadi pimpinan aku tidak akan semena-mena terhadap bawahan. Sakit hati ini, jika kita di maki, dimarah tanpa tahu sebab kesalahannya. Apalagi dihina dan difitnah di depan banyak orang.Aku berlalu dari hadapan manusia itu, manusia yang bermuka iblis. Dengan berjuta sakit yang ku bawa, orang-orang memandangku penuh dengan keibaan. Bahkan ada yang menangis. Aku bersyukur, akhirnya aku terlepas juga dari tempat yang aku rasa bagai dipenjara jaman Jepang. Walau tanpa pesangon, aku bersyukur, karena Allah telah menunjukan jalan yang terbaik untukku.Berbekal penderitaan, hinaan, dan serba kekurangan aku jalani hidup ini penuh dengan kesabaran. Aku punya keyakinan, bahwa Allah Maha Adil, Pengasih dan Penyayang.* * * * * *Parmin menghela nafas, ditutup buku harian masa lalunya. Ia sandarkan tubuhnya di kursi kayu matanya berkaca, seakan ia melihat dirinya dimasa lalu, sedang di caci maki bos, sedang mengepel lantai, mengelap kaca, bahkan sedang sedih duduk ditepian jendela, merenung mencari jalan keluar untuk mendapatkan uang agar adiknya bisa terus sekolah.

Minggu, 25 Oktober 2009

Kekuatan terbesar manusia

Penulis : Aris ABCo


Manusia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan mahakarya. Kekuatan terbesar dalam diri manusia itu terdapat pada pikiran. Tetapi kita jarang membuktikan kekuatan pikiran tersebut, sebab kita sering terjebak dalam zona nyaman atau kebiasaan tertentu. Sehingga selamanya tidak dapat mencari kemungkinan yang lebih baik atau perubahan nasib yang berarti.
Oleh karena itu milikilah target yang lebih tinggi untuk merangsang kekuatan dalam pikiran tersebut. Sebab target atau sasaran baru yang dipikirkan itu akan menggerakkan diri kita untuk melaksanakan tindakan. Apalagi jika diyakini target tersebut bakal tercapai, maka diri kita akan lebih siap menghadapi tantangan yang ada.
Setelah tindakan-tindakan baru yang lebih konstruktif dikerjakan hingga berulang-ulang, maka tanpa disadari kita sudah banyak melakukan hal-hal penting hinga kita tiba di zona baru, dimana kita berhasil mencapai target yang didambakan. Itulah mengapa dikatakan bahwa manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pikiran bawah sadar. Kekuatan pikiran bawah sadar itu dapat dibangkitkan melalui 2 cara, yaitu: autosuggestion dan visualization.
Autosuggestion
Keinginan-keinginan kita merupakan informasi penting untuk pikiran bawah sadar. Sebab keinginan yang terekam kuat dalam pikiran bawah sadar sangat besar dapat menjadi daya dorong yang akan menggerakkan diri kita
untuk berbuat sesuatu yang luar biasa. Keinginan yang sangat besar dan terekam dalam pikiran bawah sadar itulah yang dinamakan autosuggestion. Autosuggestion seharusnya dilakukan dengan penuh rasa percaya, melibatkan emosi dalam diri, dilakukan penuh konsentrasi terhadap obyek yang positif, dan berulang-ulang. Selanjutnya, pikiran bawah sadar inilah yang akan mendikte gerak-gerik tubuh kita. Kekuatan yang ditimbulkan oleh pikiran bawah sadar itu sangat dahsyat entah digunakan untuk melakukan perbuatan buruk atau baik. Kadangkala niat untuk melakukan sesuatu secara otomatis muncul dari pikiran bawah sadar.
Autosuggestion akan mengetuk kesadaran (heartknock) . Karena dilakukan berulang-ulang dan rutin, suatu ketika kata-kata tersebut akan menembus pikiran bawah sadar. Lalu pikiran bawah sadar itupun memompa semangat. Energi itu dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan impian hidup kita. Mungkin kegiatan autosuggestion ini akan dianggap aneh oleh orang lain. Tetapi itulah salah satu cara untuk mengubah diri dari dalam. Biasakan mendengar pola pikir positif dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang konstruktif. Jadi jangan ragu untuk melakukan budaya-budaya yang potensial, menumbuhkan optimisme dan kreatifitas.
da 5 (P) petunjuk dalam melakukan autosuggestion, yaitu;
- Positive : pada saat melakukan autosuggestion, pikirkan hal-hal yang positif saja.
- Powerful : lakukan dengan penuh keyakinan sebab dapat memberikan kekuatan untuk berbuat sesuatu yang luar biasa.
- Precise : keinginan yang hendak dicapai harus sudah dapat dideskripsikan, karena pikiran bawah sadar hanya bisa menyusun berdasarkan kategori.
- Present Tense: dalam bentuk keinginan saat ini, bukan keinginan di masa lalu atau akan datang.
- Personal : lakukan perubahan positif terhadap diri sendiri terlebih dahulu.

Visualization
Bila kita menginginkan sesuatu maka pikiran bawah sadar akan menggambarkan apa yang didambakan itu. Dengan cara memvisualisasikan impian terlebih dahulu, terciptalah banyak sekali karya-karya spektakuler di dunia ini. Marcus Aurelius Antonius, seorang kaisar Romawi jaman dahulu mengatakan, “A man’s life is what his thought make of it - Kehidupan manusia ialah bagaimana mereka memikirkannya. ”
Sesuatu yang selalu divisualisasikan manusia akan mudah terekam dalam pikiran bawah sadar. Lalu muncul kekuatan pikiran tersebut, yang berperan sebagai penghubung antara jiwa dengan tubuh. Sehingga tubuhpun bereaksi dengan mengerahkan seluruh potensi yang sebelumnya tidak pernah digunakan, dalam bentuk kreatifitas atau tindakan. Memvisualisasikan impian memungkinkan seluruh impian tercapai oleh pikiran bawah sadar.
Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan potensi yang sama besar kepada manusia. Tidak ada ruginya membayangkan betapa berpotensinya diri kita untuk mencapai impian-impian. Berikut ini beberapa langkah dalam memvisualisasikan impian, yaitu:
1. Mendefinisikan impian
Mendefinisikan impian artinya memberikan batasan atau standar akan impian yang hendak dicapai. Kemudian, gambarkanlah semua impian seolah-olah Anda sudah sepatutnya meraih impian tersebut. Meskipun tindakan ini terkesan sederhana, tetapi dari gambaran impian itulah kita akan mencoba berbuat sesuatu untuk melakukan perubahan dan akhirnya dapat meraih cita-cita.
2. Menentukan target waktu
Dambakan impian itu terwujud sesuai target yang telah ditentukan, sebab impian tanpa target waktu hanya akan menjadi mimpi sesaat. Impian dengan target waktu akan menggerakkan kesadaran untuk tidak segan-segan melakukan perubahan. Maka mulailah dari sekarang, Be the best, do the best, and then let God take care the rest ?Jadilah yang terbaik, lakukan yang terbaik, biarlah Tuhan yang menentukan. Potensi yang kita miliki kelihatannya sangat sayang jika tidak dioptimalkan.
3. Melakukan berulang-ulang

Melakukan ulangan artinya mengkondisikan diri kita untuk lebih sering ingat akan impian kita. Jika sering ingat, maka perlahan-lahan impian itu akan tertanam di alam pikiran bawah sadar. Bila pesan sudah diterima oleh SCM (sub-conscience mind), maka dia akan menggerakkan diri kita untuk menciptakan keputusan atau menjadikan kita lebih kreatif. Jika impian lebih sering diimajinasikan ternyata dapat melipatgandakan kekuatan dari pikiran bawah sadar. Imajinasi yang diulang-ulang ini akan secara tidak langsung merangsang ilusi akan kenyataan yang luar biasa tentang potensi kita sebagai umat manusia. Sehingga diri kita akan berusaha keras mencapai impian yang divisualisasikan. Begitulah seterusnya kekuatan pikiran bawah sadar bekerja dan dibangkitkan, hingga perubahan besar terjadi dalam diri kita pada suatu waktu.*
Sumber: Kekuatan Pikiran Bawah Sadar oleh Andrew Ho

7 SUGESTI KOMUNIKASI DAHSYAT

Penulis : ARIS ABCO

7 SUGESTI KOMUNIKASI DAHSYAT.
1. Avoid Poison Talk (Hindari Kata Beracun) – There is no Benefit for being Cruel
Kata2 yang sinis, mencemooh, mengejek, menyindir, sering memberikan kepuasan pribadi kepada kita, tetapi tidak berguna sama sekali dalam kehidupan bersosial kita. Hilangkan semua Kata2 Beracun dari kebiasaan anda berbicara. Perhalus juga semua makian dan amarah anda tanpa menghilangkan keseriusan anda dalam berkomunikasi.
Hindari kata2 keras/kasar:
“Anda memang bodoh/ egois/ keras kepala…”
Ubahlah lebih halus tanpa mengurangi artinya, seperti contoh berikut :
“ Kalau saya jadi anda, saya usir orang itu” -> “ Sebaiknya anda bicarakan dengan dia cara menyelesaikan masalahnya.”
“Murah minta bagus!” -> “Coba kita perbaiki bersama”
“Dasar karyawan bodoh!” -> “Tolong diperiksa lagi”
“Bukan urusan saya itu” -> “Saya cek ya siapa yang mengurus masalah tersebut”
2. PowerTalk is Short (Katakan seperlunya) – Just Say What is Necessary
Kata kata yang berlebih sering malah mengaburkan arti dan memperkeruh suasana, katakan secukupnya dan berhentilah berbicara.
Kita diberikan dua telinga dan hanya satu mulut dengan maksud untuk lebih mau sungguh2 mendengarkan dan sedikit berbicara.
Dalam dunia yang terlalu banyak informasi ini singkat selalu lebih kuat dan di-ingat.
3. PowerTalk is Detail (Katakan dengan Detil) – God is in the Detail
Katakan dengan detail dan tepat, ini penting dalam komunikasi untuk menghindarkan kesalah pahaman, dan kekaburan arti. Singkat tapi harus cukup detail pada persoalan nya sehingga tidak membuat kebimbangan. Ketika pendengar merasa kabur artinya maka dia akan mengasumsikan yang terburuk, atau malah salah mengartikan yang bisa berakibat buruk.
Ketepatan komunikasi sangatlah penting untuk menghindari kebingungan
Contohnya berikut :
“ Akan kita selesaikan secepatnya” -> “ Dapat anda ambil besok jam 4 sore”
“ Kalau ada telpon coba dijawab secepatnya” -> “Sebaiknya telpon diangkan sebelum dering ke empat”
“ Karyawan harus berpakaian yang rapi dan sopan” -> “ Jangan memakai celana jean lusuh pada hari kerja”
“ Mobilnya parkir di lantai 3” -> “Mobil diparkir di lantai 3 diseberang pintu masuk”
4. PowerTalk is Targeted (Pilihlah kata2 yang tepat dan bertujuan) – Use Winning Words
Kita harus mencari dan menemukan Kata2 Kunci yang dapat dipakai untuk mempengaruhi orang dan berkomunikasi dengan kuat. Kata2 kunci ini sering harus disesuaikan dan di cocokkan dengan personality pembicara, carilah satu2 dan jadikan kosa kata sehari hari anda.
Pembicaraan kita harus mentargetkan pada tujuan kita berkomunikasi.
Apa tujuan kita dalam berkomunikasi ini?:
-Berkeluh kesah?
-Memaki orang dan memuaskan diri kita?
-Mengubah pendapat orang lain?
-Membuktikan bahwa kita yang benar?
Ataukah:
-Mempengaruhi orang untuk membeli?
-Mencari atau memberi Informasi?
-Memahami pelanggan?
-Menyelesaikan masalah?
5. PowerTalk is about the “Truth” (Katakan yang sebenarnya) – Say What you Mean
Katakan yang anda maksudkan sebenarnya apa. “Jujur” adalah satu2 nya cara untuk dapat mempunyai kredibilitas dan kepercayaan.
Credibility dan Trust menguatkan siapa “Anda” dan membuat apa yang anda katakan menjadi berpengaruh karena Anda “Siapa”, dan bukan sekedar “Apa” yang anda katakan. Dalam jangka panjang ini strategi komunikasi paling penting.
6. PowerTalk brings Real Action (Lakukan apa yang anda katakan) – Mean What You Say
“Over-deliver” dengan apa yang anda telah katakan, laksanakan sesuai janji anda. Reputasi anda akan terdengar oleh orang lain, dan reputasi anda mewakili perusahaan dan nama anda. Kejujuran harus dibarengi dengan tindakan yang nyata untuk menguatkan kita dalam berkomunikasi. Untuk menjadi sukses, kita harus melihat Hidup ini bukan sekedar basa basi.
7. PowerTalk is being Nice (Katakan dengan semanis mungkin) – Dont Be Mean When You Say It
Berilah “muka” pada orang lain, jangan menjadi galak, ganas, menyakitkan, sarkastik, walaupun mereka ternyata salah dan anda benar. Menanamkan maaf dan kebaikan akan memberikan buah dikemudian hari dan menciptakan teman. Memperhalus kata2 kita dalam berbicara memberikan kelebihan kekuatan pada teknik komunikasi kita yang akan menguntungkan kita.
Contohnya :
“Saya sepertinya sudah mengenal anda lama.”
“Wah anda hebat, bisa mengatur 75 anak buah dengan sebaik ini”
“Saya tidak pernah tahu kalau ternyata Harley Davidson punya cerita semenarik itu”
“Perusahaan anda paling saya kagumi dalam berbisnis”
“Luar Biasa!’
“Sukses Untuk Anda”

Pilihan Hidup Ada di Tangan Anda

Penulis : ABCo


Mungkin anda sering berfikir, kenapa seseorang tidak menjadi seperti seseuatu yang lebih pantas, menurut anda. Katakanlah anda punya teman yang memiliki pengetahuan tentang bisnis cukup baik dan ia memiliki potensi untuk berbisnis. Tapi teman anda tersebut tidak menjadi pebisnis. Bahkan dalam skala kecilpun ia tidak berusaha untuk terjun ke dunia bisnis.
Bahkan teman anda tersebut lebih cenderung dan senang melakukan pekerjaan kantoran. Seperti layaknya kebanyakan orang. Berangkat ke kantor pagi dan pulang di sore hari. Dan ia senang melakukan itu. Kenapa sih dia tidak berbisnis saja, toh ia mampu dan itu akan memberikannya peluang lebih besar untuk mendapatkan penghasilan yang berlimpah.
Ironisnya banyak orang kantoran yang ingin berbisnis tapi tidak berani terjun, karena merasa tidak punya pengetahuan bisnis yang memadai. atau alas an yang umum kita dengar, tidak punya bakat. Walaupun sebenarnya ia bisa melakukannya, tentu saja kalau ia bersedia membayar harganya.
Realitas ini membuat saya berfikir, kenapa yah banyak orang yang berada di posisi yang tidak semestinya..? walaupun sebenarnya seseorang tersebut bisa dan mampuh pindah ke tempat yang lebih layak. Pendapat ini memang cenderung subyektif. Karena pendapat saya kemungkinan akan berbeda, jika anda menanyakan hal ini kepada orang lain.
Lalu kenapa semua itu bisa terjadi?
Setelah saya fikirkan dalam-dalam, saya merasa punya jawaban yang pantas untuk persoalan tersebut. Menurut saya hal ini berkaitan dengan “Pilihan Hidup”. Yah! Pilihanlah yang membuat kita saat ini, berada pada posisi kita masing-masing.
Tidak di pungkiri, begitu banyak posisi-posisi sosial yang bisa kita gapai. Bisa kita raih dengan segenap kemampuan kita. Entah itu menjadi pebisnis, pedagang, penulis dan lain sebagainya. Walaupun kita tidak memiliki bakat. Tapi kalau kita sudah memilih suatu bidang tertentu. Kita pasti bersedia melakukan apa saja untuk meraihnya. Namun kembali lagi, semua itu di tentukan oleh Pilihan Hidup.
Walaupuh Robert T Kiyosaki mengatakan bahwa untuk menjadi kaya jangan kerja untuk uang, tapi biarkan uang bekerja untuk anda. Kedengarannya sederhana yah? Tapi harga yang harus anda bayarpun harus setimpal dengan statement Kiyosaki tersebut.
Faktanya walaupun begitu banyak buku-buku motivasi yang memberi pesan yang senada dengan pernyataan Kiyosaki, tapi tidak di ikuti dengan pengunduran diri pekerja kantoran yang signifikan. Bahkan begitu banyak orang yang masih mencari kerja. Ingin pindah kerja atau ingin peningkatan jabatan. Intinya, ” masih mau bekerja”. Artinya apa? Semua ini berkaitan dengan Pilihan Hidup.
Lalu bagaimana dengan anda, apakah anda sudah punya pilihan?

Bencana Alam, Azab ataukah Ujian?

Penulis : Zen El-Fuad

Tahukah Anda bahwa Hukum Alam ternyata memiliki nilai-nilai yang selaras dengan diri kita, istilahnya keselarasan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Perhatikanlah, apa saja yang berlaku di alam secara makro, maka seringkali berlaku juga pada individu manusia secara mikro. Itu sebabnya tak heran, jika Anda berhasil hidup selaras dengan alam maka hidup Anda akan lebih sejahtera, mengikuti arus tapi tak terbawa arus.

Allah telah memberitakan kepada kita semua bahwa Alam semesta ini diciptakan Allah dengan begitu seimbang. “…Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” Q.S. Al-Mulk : 3-4.

Mungkin Anda bertanya, “Kalau alam semesta itu seimbang, mengapa banyak terjadi bencana alam? Bukankah bencana alam itu menandakan bahwa alam itu tidak seimbang alias rapuh?” Nah, sementara silakan Anda pikirkan sendiri jawabannya (maksimal 3 menit saja ya...). Nah, apa jawaban Anda? Baik, mari kita selaraskan jawaban kita. Mungkin jawaban Anda bisa jadi lebih benar dari jawaban saya. Wallahu a’lam.

Yup, Alam diciptakan oleh Allah dengan ketelitian yang luar biasa. Sehingga apabila terjadi pergeseran di alam semesta ini walaupun satu per sekian milyard maka akan berdampak secara signifikan pada kehidupan manusia, dan itu bisa saja sebuah kehancuran yang sangat besar. Begitupun sebaliknya. Jika ada pergeseran di jiwa manusia maka alam semesta pun ikut “bergeser”.

Tanda-tanda alam adalah tanda-tanda jiwa. Kalau jiwa kita tenang, damai, khusyu dan dekat dengan Allah, maka Alam semesta pun berlaku sama kepada kita. Tapi kalau kita sebagai jiwa selalu berontak, protes, mengeluh, maksiat, zalim, berlebih-lebihan, marah-marah, suka membentak, dan jauh dari Allah, maka Alam semesta pun akan sering “membentak-bentak” kita. Alam semesta bukanlah Tuhan, tapi alam semesta bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan.

Itu sebabnya Allah pun berfirman dalam Al-Quran, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah.” Q.S. As Syuura : 30-31

Ternyata, justru musibah itu hadir sebagai penyeimbang energi negatif yang banyak dilakukan oleh manusia di daerah musibah tersebut. Tetapi tentunya memang tidak semua tempat-tempat maksiat dihadiahi bencana alam dan musibah lainnya, sebab ada juga beberapa tempat maksiat lainnya sengaja ditangguhkan azabnya oleh Allah SWT.

Perhatikan Firman Allah berikut, “Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada Keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima Taubat mereka. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Q.S. At Taubah : 106

Suburnya “energi negatif” (baca : amalan maksiat) yang ditanam di suatu daerah, dan minimnya “energi positif” (baca : amal sholeh) yang dihadirkan di daerah tersebut, bisa mengakibatkan ketidakseimbangan di alam semesta, sehingga telah membuat alam semesta “terpaksa” langsung turun tangan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangannya.

Untuk itu wahai sahabatku, sebelum ”Alam semesta” mencapai ambang batas ”Toleransinya” atas energi-energi negatif yang masih sering kita berdayakan di muka Bumi ini, maka segeralah bertaubat dan mulailah memberdayakan energi-energi positif yang Anda miliki. Tidak mudah memang, apalagi jika energi negatif kita sangat banyak, maka kita harus betul-betul bersegera menyeimbangkannya dengan energi positif terbaik kita, sebelum ajal menjemput atau sebelum sang alam mengamuk.

Azab dihadirkan bukan untuk sekedar menghukum orang-orang yang patut dihukum, tapi lebih kepada untuk menjaga kelestarian bumi ini dari perilaku manusia yang suka berlebih-lebihan. Perhatikan pembelajaran berikut, ”...Seandainya Allah tidak menolak (mengganti) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam.” Q.S. Al-Baqoroh : 251

Sahabatku, Ujian dan Azab itu memang beda tipis. Tingkat kesulitannya kadang sama. Ujian itu biasanya hadir di depan (didahulukan), sedangkan azab biasanya hadir dibelakang. Azab diberikan kepada orang-orang yang bertingkah berlebih-lebihan, sedangkan ujian diberikan kepada orang-orang yang akan "dilebihkan-Nya".


Wallahu alam

Karya Jangan Dihambat Usia

Penulis : Aris Ahmad Jaya

Pembaca, sebenarnya tidak ada kata terlalu muda ataupun terlalu tua untuk mencapai apa yang ingin Anda raih.Cobalah pertimbangkan kehidupan orang-orang ini: George Burns memperoleh piala Oscar ketika usianya sudah mencapai 80 tahun, Golda Meir menjadi Perdana Menteri Israel pada usia 71 tahun, Mozart baru berusia 7 tahun ketika komposisinya diterbitkan untuk pertama kali, Moses mulai melukis ketika dia berusia 80 tahun. Dia telah menyelesaikan lebih dari 1.500 buah lukisan selama hidupnya, dan 25% dari lukisannya diselesaikan ketika dia berusia 100 tahun, Benyamin Franklin menerbitkan surat kabar ketika dia berusia 16 tahun, dan dia membantu menyusun kerangka UUD Amerika Serikat ketika dia berusia 81 tahun. Michaelangelo berusia 71 tahun ketika dia mengukir Basilika St.Petrus, S.I. Hayakawa pensiun dari jabatannya sebagai rector Universitas San Fransisco ketika berusia 70 tahun, dan kemudian terpilih sebagai angggota Senat, Casey Stengel tidak ingin pensiun dari jabatannya sebagai manajer N-Y Mats hingga dia mencapai usia 75 tahun.
Demikianlah soal usia, semuanya adalah soal persepsi. Sayangnya, dalam hidup ini, soal usia ini, seringkali kita jadikan alasan. Gagal, seringkali kita cari alasan pada soal usia. Tidak mendapat kesempatan, seringkali pula usia yang dijadikan alasannya. Memang saat ini banyak organisasi dan perusahaan yang membatasi usia tertentu yang dianggap masih produktif. Ini adalah bagian dari aturan dalam perusahaan. Namun, semuanya kembali kepada diri kita sendiri.
Apakah kita menerima begitu saja aturan itu dan memberlakukannya dalam hidup kita? Kenyataannya, kita bisa melanggar aturan usia ini dalam soal kesuksesan pribadi. Tua, bukanlah inti masalahnya. Inti masalahnya adalah soal bagaimana kita mau belajar, berjuang, menggali pengalaman serta membangun kebijaksaan dalam hidup. Di usia berapa pun, kita punya kesempatan mencoba, tidak perlu menyerah dan tetap punya peluang untuk sukses. Sukses, akhirnya, ada pada keinginan dan usaha Anda, bukan pada usia kita.
Tak harus lemah, Siapa bilang bahwa tua harus lemah? Realita menunjukkan bahwa tua tidaklah identik dengan lemah tak berdaya. Namun, acapkali kita mendengar bagaimana orang yang sudah tua, menggunakan ketuaannya sebagai alasan untuk ketidakproduktifann ya, untuk kealpaannya serta kekhilafannya. Usia dalam kenyataannya bukanlah suatu pengambat untuk meraih yang lebih tinggi. Usia pun bukan kendala dalam hal karier dan kerja. Malahan, rambut putih adalah simbol kebijaksanaan dan pengalaman yang sangat berharga. Orang Jepang sangat menghargai senioritas. Jabatan tertentu di perusahaan Jepang kadang disediakan hanya bagi mereka yang diprediksi telah berambut putih, lambang kematangan. Mereka percaya bahwa pengalaman akan membuat orang menjadi dewasa. Ada tunjangan khusus bagi yang lama bekerja. Loyalitas dan usia, dihargai oleh mereka. Celakanya, tidak semua orang tua menjadi matang. Banyak orang yang tua secara usia, namun secara mental, masih terbelakang. Orang ini tua secara badaniah namun sayang, kearifan serta kematangan tidak menyertainya. Tak heran jika ada pepatah, banyak orang menjadi tua tanpa pernah menjadi dewasa. Masalahnya, ketuaan tidaklah selalu samadengan kematangan. Nah, bagaimana membangun jiwa yang terus-menerus muda?
Always have fun
Laughter is the best medicine. Mungkin humor dan gembira, tidaklah lantas membuat penyakit dan permasalahan kita lenyap total. Tetapi dengan melihat hidup dari sisi yang ceria, hidup terasa menjadi lebih nikmat. Lagipula, masalah hidup tidak pernah akan selesai. Ibarat gelombang, setelah surut, akan muncul pasang yang lain. Tetapi hati yang gembira adalah ibarat selancar yang membuat kita dapat menjalani segala pasang surut lautan kehidupan dengan rasa damai. Itulah sebabnya mereka yang berusia panjang, cenderung memiliki rasa humor yang baik dalam hidupnya.
Hidup kini dan di sini
Kehidupan bukanlah melulu soal usia. Bruce Lee membuktikan bahwa meskipun hidupnya pendek, namun dia dikenang dengan kontribusinya yang luar biasa bagi martial arts, seni bela diri. Itu sebabnya asalah satu rahasia awat muda yang lain adalah menikmati hidup kini dan di sini. Kuncinya terletak pada kerelaan kita melepaskan masa lampau serta tidak terlalu banyak khawatir akan masa depan. Seperti kata Bruce Lee, “Yang penting bukanlah seberapa panjang Anda hidup. Tetapi bagaimana Anda hidup itulah yang penting”. Nikmatilah tarikan napas Anda sekarang, itulah realita terpenting saat ini.
Fisik dan mental
Jangan membiarkan pikiran ataupun fisik menjadi terlalu lama beristirahat dan diam. Janganlah fisik kita, pikiran yang terlalu lama didiamkan pun akhirnya akan melemah. Konon, sumber penurunan daya otak yang terpenting adalah karena membiarkan otak kita tidak bekerja sama sekali, atropi. Fisik kita pun mestinya senantiasa bergerak pula. Para dokter dan paramedis tahu, jika fisik dibiarkan terlalu lama di suatu tempat tanpa bergerak maka akan mulai muncul borok di badan. Kenyataan pula, mereka yang berusia panjang ternyata masih memiliki kesibukan dan masih menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di usianya yang telah menjelang Maghrib. Jadi, benarlah kata iklan yang berbau motivasi, “Menjadi tua itu pasti. Tetapi, menjadi muda itu soal pilihan”.
Sumber: Karya Jangan Dihambat Usia oleh Anthony Dio Martin, Psikolog, penulis buku best seller EQ Motivator, dan Managing Director HR Excellency

kisah dua orang pencuri

Penulis : Febriya Fajri

pada tahun 1887, disebuah toko makanan kecil, Seorang pria yang tampak terkemuka berumur lebih kurang 60 tahun
membeli lobak hijau. Dia menyerahkan kepada pelayan selembar uang dua puluh dolar dan menunggu kembaliannya. Pelayan toko menerima uang dan mulai memasukkannya ke laci sementara dia mengambil kembalian. Walau demikian, dia melihat ada tinta pada jarinya, yang masih basah karena memegang lobak hijau. Dia terkejut dan berhenti sejenak untuk memikirkan apa yang akan dilakukannya. Setelah sesaat bergulat dengan masalah itu, dia membuat keputusan. Pembeli itu adalah Emmanuel Ninger, teman lama, tetangga, dan pelanggan. Tentunya orang ini tidak akan memberinya uang palsu. Dia pun memberikan kembalian dan pembeli tersebut pun pergi.

Kemudian, si pelayan toko berpikir kembali karena uang dua puluh dolar merupakan jumlah yang sangat besar pada tahun 1887. Dia akhirnya memanggil polisi. Seorang polisi merasa yakin bahwa uang dua puluh dolar itu asli. Polisi lainnya kebingungan tentang tinta yang terhapus. Akhirnya, rasa ingin tahu yang diperpadukan dengan tanggung jawab memaksa mereka untuk meminta surat penggeledahan atas rumah Ninger. Di rumah tersebut, di loteng, mereka menemukan fasilitas untuk mencetak uang lembaran dua puluh dolar. Bahkan mereka menemukan lembaran uang dua puluh dolar yang masih dalam proses pencetakan. Mereka juga menemukan tiga potret diri yang dilukis oleh Ninger.

Ninger adalah seorang pelukis, dan pelukis yang ahli. Dia begitu ahli, sehingga dia melukis lembaran dua puluh dolar dengan tangan! Dengan teliti, goresan demi goresan, dia menggunakan sentuhan keahliannya sedemikian cermat sehingga dia bisa membodohi setiap orang sampai hari itu.

Setelah dia ditangkap, potret dirinya dijual dalam sebuah lelang umum dan terjual seharga $16.000, berarti lebih dari $5.000 per lukisan. Ironi dari kisah ini adalah bahwa Emmanuel Ninger menghabiskan waktu yang tepat sama untuk melukis uang dua puluh dolar seperti yang dilakukannya untuk melukis potret diri seharga $5.000.

Ya, orang cemerlang yang berbakat ini menjadi pencuri dalam segenap arti katanya. Tragisnya, orang yang paling banyak dicurinya adalah Emmanuel Ninger sendiri. Bukan hanya dia seharusnya menjadi orang kaya secara sah bila dia memasarkan kemampuannya, tetapi seharusnya dia bisa membeli begitu banyak kesenangan dan begitu banyak
keuntungan bagi sesamanya. Dia termasuk dalam daftar pencuri yang tidak ada habis-habisnya mencuri dari dirinya sendiri ketika mereka berusaha mencuri dari orang lain.

Apakah kita adalah "Emmanuel Ninger" yang lain, yang memanfaatkan bakat, ketrampilan, dan diri kita hanya untuk menghasilkan $20, padahal sebenarnya kita bisa menghasilkan $5.000?
apakah kita layaknya seorang Emmanuel Ninger, yang tidak menghargai dan memanfaatkan bakat yang kita punya untuk sesuatu yang berarti, tetapi malah menyia-nyiakannya untuk merusak diri.

yakinlah setiap manusia memiliki potensi dan bakat dalam dirinya... manfaatkanlah bakat tersebut untuk membuat diri melesat, bukan untuk sesuatu yang sia-sia.

PEMENANG VS PECUNDANG

Penulis : Aris Ahmad Jaya ABCo

pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.
pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.
pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda”;
pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan saya”;
Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.
Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit”.
Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, “saya salah”;
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, “itu bukan salah saya”.
Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.
Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.
Pemenang berkata, “Saya harus melakukan sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang dilakukan”.
Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.
Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.
Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.
Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.
Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.
Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.
Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.
Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata2 yang keras.
Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2 tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi mengkompromikan nilai2.
Pemenang menganut filosofi empati, “Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda”;
Pecundang menganut filosofi, “Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda”.
Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.
Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang…
Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang …

Sebatang Bambu

Penulis : Aris Ahmad Jaya


Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu.
Dia berkata kepada batang bambu,” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air yg sangat berguna untuk mengairi sawahku?”
Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau,Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.”
Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawah sehingga padi yang ditanam dapat tumbuh dengan subur.”
Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam….., kemudian dia berkata kpd petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”
Petani menjawab, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua ini karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah.”
Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna ketimbang batang bambu yg lain. Inilah aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.”
Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawah sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.
Pernahkah kita berpikir bahwa dengan tanggung jawab dan persoalan yg sarat, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya? Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa.
Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?
Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Inilah aku, Allah…perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.”

Sabtu, 22 Agustus 2009

Mengertilah

Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.

Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.
Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb. Selain memperbaiki sepeda tsb, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.

Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja
Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu hari ini sangat cantik.
Ibu menjawab: “Mengapa?
Anak menjawab: “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah.
Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.
Temannya berkata: “Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur.
Petani menjawab: “Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku.
Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya: “Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?
Ada yang menjawab: “Cari mulai dari bagian tengah.” Ada pula yang menjawab: “Cari di rerumputan yang cekung ke dalam.” Dan ada yang menjawab: “Cari di rumput yang paling tinggi. Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat: “Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana .
Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat-loncat.

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan: “Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku.”
Katak di pinggir jalan menjawab: “Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah.”
Beberapa hari kemudian katak “sawah” menjenguk katak “pinggir jalan” dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.
Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?”
Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.”
Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja

Bocah Kampung Menyibak Langit

by: sikhod

Malam menutup hari, menerangi kegelapan dengan para bintang yang menggantung. Bocah-bocah berusia sekitar sepuluh tahunan bermain dengan riang selepas shalat di mushala kampung. Pakaian bocah-bocah itu lusuh. Bagai mendengar panggilan dari sang bintang, salah seorang dari mereka mendongak melihat langit. Ia gembira menjumpai jutaan bintang di langit kampung pedalaman Sumatera Utara itu. Salah seorang temannya melihat gelagatnya dan ikut menatap ke atas. "Sedang apa kau Tak?" Tanya temannya itu heran. "Aku penasaran dengan bintang-bintang itu! Bisa tidak ya kita kesana?" Bocah yang biasa dipanggil Taki itu menjawab polos. "Ah kau ada-ada saja! Mana bisa kita terbang!" Sahabatnya yang bernama Burhan itu menggelengkan kepala. "Tapi tak bisakah kita menelitinya? Seperti para ilmuwan itu-lah! Menemukan rumus-rumus, atau kendaraan untuk keluar langit!" Taki tersenyum berkhayal. "Ah, mimpimu terlalu tinggi! Ingatlah Tak, kita ini anak orang tak punya! Besok bisa makan pun sudah syukur kurasa! Kasihan umak-ayah kita, jangan kau bebankan dengan mimpimu yang terlalu tinggi itu!" Burhan memperingatkan. Taki menarik kepalanya demi menatap sahabatnya, "Tak bolehkah aku tinggi-tinggi bermimpi! Ah, terserah aku lah, aku yang memikirkan!" Burhan lelah menasihatinya "Terserahmulah!" Ia beranjak meninggalkan teman mainnya itu. Sore itu di kampung yang sama, angin mulai bertiup sejuk, sinar matahari tak lagi menusuk kulit. Selepas mandi bocah-bocah kampung bermain-main lagi. Mereka tak perlu uang untuk menghibur diri mereka. Mereka bisa dengan kreatif bermain memanfaatkan kemurahan alam. Saat kelelahan, Taki menelentangkan diri di tanah. Lagi-lagi ia tertarik melihat langit. Beberapa temannya yang juga kelelahan mengikuti tingkahnya. "Lihat apa kau Tak?" Kali ini, Faiz yang telentang di sebelahnya yang bertanya. "Aku suka melihat langit! Tak tertarikkah kau Faiz? Langit itu misterius, aku ingin menyibaknya, menemukan apa gerangan dibaliknya!" Taki mencurahkan lagi impiannya "Ah aneh kau Tak! Langit mana bisa disibak! Lagipula sudah cukup kurasa guru menjelaskan. Disana ada bulan, matahari dan planet-planet, ah entah apa namanya, tak hapal aku!" Faiz berfikir sederhana. Taki yang memang besar rasa penasarannya tidak setuju. "Ah tak cukup itu buatku! Ingin aku menemukan lebih!" Taki asyik mengamati bentuk gumpalan dan semburat awan, mengilat memantulkan cahaya mentari. "Kau temukan saja bintang jatuh kalau kau bisa! Kau umumkan nanti!" Faiz menyarankan sok tahu, "Tapi kalau kau terkenal, ajak-ajak aku ya!" Imbuhnya. "Ah mana pula bintang bisa jatuh!" Taki menganggap istilah itu konyol. "Tapi sering kudengar orang menyebut istilah bintang jatuh!" Faiz membela diri. "Ah terserahmulah percaya atau tidak! Tapi kau kan tidak punya banyak uang Tak!" Faiz mengomentari. "Lalu?" Taki mengernyitkan alis. "Naik apa pula kau menyibak langit? Harga naik pesawat terbang saja sudah tak terjangkau oleh kita! Asal kau tahu Tak, itu setara uang makan kita lima bulan! Kau tahu itu?" Informasi Faiz sok pintar. "Aku nanti yang akan mencari jalannya, tak akan kubiarkan umak atau ayahku yang mencari uangnya!" Taki tersenyum optimis. "Bagaimana pula caranya, ah bermimpi sajalah kau Tak!" Faiz mulai merasa impian temannya itu konyol. "Kau lihat saja Faiz! Suatu hari nanti wajahku akan muncul di tivi karena bisa menguak langit itu! Kau dengar itu!" Janji Taki Optimis. Delapan belas tahun kemudian peristiwa itu terjawab. Di sebuah gedung yang megah dengan arsitektur yang ditata elegan, semua pihak sibuk menyiapkan sebuah konferensi pers istimewa. Semua yang berlalu lalang terlihat tinggi besar badannya dengan ras Kaukasoid atau Negroid. Semua orang terdengar fasih melafalkan ucapan berbahasa inggris, Tentu saja, inilah Amerika, tempat semua mimpi bisa jadi nyata, juga tempat dimana NASA akan meluncurkan pesawat baru untuk meneliti Mars. Semua orang yang bersiap segera sumringah wajahnya mengetahui serombongan anggota NASA mulai datang menuruni mobil-mobil mewah. Yang menjadi pusat perhatian disini tentu saja mereka yang akan diterbangkan dalam pesawat terbaru itu. Berbagai channel televisi mulai meliput wawancara dengan para astronot yang diberi kepercayaan dalam misi itu. Di sebuah kampung, para warga berkumpul di rumah seorang suami-istri renta, bergembira menyaksikan wawancara itu. Kebanyakan diantaranya remaja dan anak-anak. Terlihat salah seorang reporter tertarik membawa seorang astronot dalam pembicaraannya. Astronot yang ini memiliki ras mongoloid, pemuda yang wajahnya sangat asia. Senyum kemenangan tersungging di wajahnya, tersiar langsung ke seantero antena yang menontonnya. "Anda, Mr Taqiyuddin, kalau tidak salah cuma anda yang berasal dari Asia dalam perjalanan ini ya? Bagaimana komentar anda?" Si Reporter wanita menyodorkan miknya. "Alhamdulillah, iya! Saya bersyukur bisa memenuhi mimpi kecil saya ini atas kerja keras saya!" Wajah asia nan rupawan itu menjawab berwibawa. "Darimana anda berasal?" Si reporter mengkonfirmasi. "Indonesia, sebuah tanah surga di garis khatulistiwa! Tepatnya dari Sumatera Utara!" Pemuda itu menjawab bangga. "Dan karena ini penerbangan pertama anda, apakah keluarga anda ada si sini menyaksikan langsung?" Reporter wanita kembali menyodorkan miknya. "Tidak, sayangnya mereka tidak bisa berpergian jauh karena orangtua saya sudah terlalu tua! Tapi saya yakin mereka menyaksikan saya dari sana!" Ia melambai ke kamera. "Kalau begitu apa ada yang ingin anda ucapkan ke keluarga atau kerabat yang menonton anda?" Reporter itu menawarkan kesempatan. Mata pemuda itu menahan haru, khusus kali ini ia berbicara penuh dengan bahasa indonesia. "Terimakasih umak, ayah! Aku ada di sini berkat do'a dan restu kalian! Do'akan Taqi selama di perjalanan ini! Buat semua anak-anak, khususnya anak Indonesia, jangan takut buat bermimpi sesusah apapun hidup kalian! Karena mimpi ini aku bisa berdiri di sini! Selama kita tidak menyerah meraih mimpi itu, bukan mustahil mimpi itu akan menjadi nyata!" Taqiyuddin mengepalkan tangan, menahan haru yang membuncah mengenang perjalanannya menuju mimpinya yang banyak ditentang dan diremehkan orang. "Oh iya satu lagi!" Tambah Taqiyuddin teringat. "Faiz, Burhan, lihat ini! Benar kan apa yang kubilang dulu! Aku sudah memenuhi janjiku! Jangan lagi kalian meremehkan mimpi siapapun!" Taqi tersenyum menahan tawa geli teringat perkataan kedua sahabatnya itu. "Karena aku sudah membuktikannya, awas kalau kalian tidak menepati janji kalian untuk membelikanku sarung saat aku pulang nanti!"

Jumat, 07 Agustus 2009

SURAT UNTUK KAMU

Ditulis oleh Mustaqiem Eska

Bagai seribu malam yang tengkurap di satu musim, entah kenapa mendadak aku kembali mengingatmu. Sebenarnaya jujur kuakui, aku sudah bertahun-tahun terus melubangi setiap tanah pekarangan rumah membentuk kuburan-kuburan sehingga setiap kenangan itu muncul segera aku melemparnya menuju alam sepi yang lumat dengan batu-batu nisan. Tapi memang terlalu sulit. Kau seperti alam semesta yang terus melakukan metamorphosis. Sehingga beribu-ribu kali aku terus menemukan wajahmu bergerak berubah dari waktu ke waktu, namun sejatinya itu tetap kamu. Di sini, di atas batu kecil ini aku belajar melupakanmu dari waktu ke waktu. Perlahan-lahan aku belajar dengan kerasnya kerikil-kerikil di sekitarku. Begitu tenang ia menjadi tapakan-tapakan sederhana bagi kaki-kaki telanjang.
Dulu pernah kau mengatakan kepadaku, bahwa lebih baik aku melakukan yang kecil karena itu sesungguhnya besar daripada aku melakukan yang besar tapi jika ternyata itu tak bisa merubah apa-apa, katamu. Nyaris aku lantas menjelma menjadi apa saja yang siap bersemayam di derasnya kehidupan. Aku masih ingat betul kenangan kita waktu itu. Saat kita berdua merayap di bawah untuk setiap tanah menjadi rumput. Kau dan aku selalu mengisi ruang-ruang kosong untuk kita tumbuh dan bernafas. Kita bertahan untuk segala musim. Begitu panas datang, kita merasa cukup dengan selimutnya malam dan cipratan embun di setiap paginya, hingga kita bersih dan bening. Ya, kita belajar ketegaran dari bawah dan dari rupa-rupa persenyawaan. Betapa aku pernah bangga bisa melihatmu tertawa dengan terbahak-bahak meski di senja usia itu kau harus kerapkali bergulat dengan sakit. Masih ingatkah kau, bagaimana saat aku memapahmu menuju pembaringan, lantas kau minta aku injak-injak agar tubuhmu dapat segar. Dan aku melakukannya dengan sempurna. Sempurna untuk dua hal, yang pertama aku telah membuat otot-ototmu bisa kendor dan berkeringat. Keduanya, itu kepentingannya untuk diriku sendiri. Setidaknya aku bisa melampiaskan sisa-sisa dendam sakit hatiku dengan menempatkan posisi kegagahanku yang bisa meremukkan semua tulang-tulangmu saat itu, tanpa membuat hatimu terluka. Aku memang akan selalu memanfaatkan sudut-sudut yang terpojok itu menjadi endapan kenikmatan yang seringkali disia-siakan oleh banyak orang.
Masih ingatkah kamu, saat kau menulis surat untukku lewat selembar daun pisang. Betapa perlahan kau mengukir butiran-butiran huruf itu membentuk kata dengan tenang dan sabar. Kalimatmu sangat sigkat, “Jadilah orang yang bermanfaat, jika tidak bisa untuk banyak orang, setidaknya untuk diri sendiri” katamu. Dan aku masih tidak tahu apa sesungguhnya pesanmu yang begitu sulit kueja saat kamu memanggang daun pisang itu dalam kondisi setengah basah setengah kering. Terus aku menyimpannya hingga sekarang di ruang hatiku dengan tersusun rapi. Tapi aku tak pernah berniat untuk membalasnya. Maafkan aku, aku memang terlalu melankolis dalam surat menyurat. Bahkan aku begitu cengeng untuk sebuah penghormatan. Karenanya aku tak mau terlarut begitu jauh dengan urusan diriku sendiri. Aku sudah terbiasa melemparkan diriku di ruang nol yang tidak lagi mengenal untung dan rugi, senang dan susah. Atau dalam kalimatmu, kau pernah terucap dengan menyebutku manusia nol tanpa dosa. Ah, itupun aku tak pernah memperdulikannya. Yang ada di depan bayangan hidupku hanyalah bagaimana aku bisa lebih baik hari ini ketimbang kemarin. Hingga terkadang begitu hati-hatinya aku takut terjerembab ke jalan ketergesa-gesaan, lantas aku diam untuk beberapa saat, semadi, merenungkan langkah-langkah ke depan yang terbaik nantinya. Banyak sekali ronak dan lompatan-lompatan yang harus aku lalui dengan perjuangan dan tekad yang kukuh membaja. Tidak hanya itu, persiapan mental untuk tidak memperdulikan segala gesekan yang melukai perasaanku saat ujian itu tiba menikamku.
Begitu untuk yang kedua kalinya kau kirim surat untukku, aku menjadi lebih bersemangat untuk tidak menemuimu lagi. Hingga terakhir aku katakan padamu, bahwa anggap saja saya sudah mati. Kalaupun suatu saat Tuhan masih saja memepertemukan kita anggap saja itu adalah mayat. Sebenarnya begitulah cara aku menyayangimu. Aku tak kuasa menatap wajahmu. Entahlah, perasaan apa sebenarnya ini, ada pemberontakan kecil yang begitu menyumbat kesadaranku, dan betul-betul aku tak sanggup mengatakannya. Aku sama sekali tak ingin melihat air matamu menderas di hadapanku. Seringkali kau tanpa sengaja, dengan ketulusanmu mengatakan sejuta keluhanmu tentang hidup ini yang begitu berat. Tapi aku justru sangat lemah dan tak sanggup menolongmu. Meskipun ribuan dan jutaan doa setiap malam aku hantar di rumahmu sebagai obat dan ketenanganmu. Dalam gelap aku meraba-raba pintu nuranimu untuk menyusun gejolak batinmu yang tercecer di ribuan tempat. Setelahnya, aku pulang tanpa sepengetahuanmu.
Hari ini, saat aku memaksakan menulis surat untukmu, sebenarnya aku tak sanggup mendengar berita tentangmu semalam. Berpuluh-puluh utusan malaikat itu menemuiku. Mereka membawakan mayatmu untukku. Aku tak percaya dengan semuanya. Tapi mereka memaksa aku untuk melihat wajahmu.
“Mayat ini adalah hadiah untukmu, begitu Tuhan menitipkan kepada kami semua untuk menyerahkannya kepadamu” kata utusan malaikat terdepan.
“Mayat siapa ? saya tidak kenal” jawabku menolak.
“Tuhan tidak pernah salah dalam keputusanNya. Semua terserah kamu” kata malaikat satunya lagi.
“Baiklah…, letakkan saja di amben depan situ” jawabku dengan berat. Benar-benar tak sanggup menolaknya setelah para malaikat itu menyebut kata Tuhan.
Setelahnya, berpuluh-puluh malaikat itu mendadak menghilang. Aku memandangi tajam wajahmu. Perlahan-lahan jasadmu kian mengecil – dan terus mengecil. Lantas menghilang dari pandangan mataku. Aku sangat terkejut dan memastikan untuk meraba amben tempat jasadmu di mana para malaikat itu meletakkanmu. Dan setelahnya aku terbangun. Nyaris aku tak sanggup menerjemahkan mimpiku malam itu tentangmu.
Ya, tentunya surat ini sangat khusus buatmu. Aku campur tintanya dengan minyak misk yang menaburkan keharuman di setiap kata-katanya, agar tidak ada satu kalimat pun yang menyakitimu. Aku harus membuatmu bahagia dan bisa tertawa di sisa-sisa usiamu. Harapanku tidak lain untukmu adalah bagaimana kamu bisa benar-benar mendapatkan hadiah khusnul khatimah dari Tuhan. Meski aku tahu hingga sekarang kau masih menolak hubungan sholat dengan sorga. Itu yang sangat berbeda dengan pikiranku. Bagimu, apalah artinya sholat lima waktu, rajin ke masjid kalau perilaku selalu sarat dengan comberan. Sementara bagiku, justru dengan sholat itu adalah batas sessungguhnya antara orang itu muslim atau tidak. Aku lebih menerima orang berperilaku dosa tetapi masih mau sholat menghadap Tuhan setelahnya. Di sini aku mencoba berfikir positif, semoga…, dan semoga…., sementara kamu langsung klaim dan menghidar.
Setelah surat ini kutulis, aku benar-benar kehilangan alamatmu. Aku telah kehilangan jejakmu yang sempurna. Ratusan dan ribuan sahabat yang pernah mengenalmu pun tak lagi menyimpan keberadaanmu. Hanya sisa-sisa pikiranmu yang terus menyelip di pikiran-pikiran mereka, termasuk aku.
“Dimana aku harus mengalamatkan surat yang kutulis khusus buatmu?” pertanyaanku menggantung di sudut waktu.
Akhirnya, berbulan-bulan aku masih menggenggam surat untukmu. Bertambah hari hingga berganti tahun, surat itu masih tertahan di laci meja kerjaku. Aku tetap berharap kau bisa membacanya. Tapi kapan aku tak tahu. Alamatmu belum juga aku temukan. Entahlah…, sepertinya kau benar-benar menghilang.
“Apakah, kau yang ada dalam mimpiku?”
Tak ada jawaban. Hingga surat itupun ikut menghilang. Entah di mana. Aku tak tahu.***

BEREBUT BUMI PILIHAN

Ditulis oleh Mustaqiem Eska

Secara perlahan-lahan bumi terus-terusan dikapling-kapling oleh manusia. Sejak Adam hingga sekarang entah kapan proses pengkaplingan akan bumi itu berakhir, nyaris tak ada yang bisa menduga. Tuhan memang Super Maha Tangguh untuk menciptakan bumi dengan desain yang sangat Maha Luar biasa. Bahkan tidak ada setitik partikel sekecil apapun di bumi yang tak bernilai fungsi. Dari batuan yang berfraksi-fraksi seperti jauh di atas ukuran 40 – 63 mm, ke bawahnya 20 – 40 mm, 10 – 20 mm, 5 – 10 mm, 0 – 10 mm, dan seterusnya, tanah, lumpur, air, atau pasir hingga filler – lolos saringan 0.075 mm – bahkan yang jauh lebih halus dengan tujuh saringan di bawahnya lagi ; 20 µmº, atau kita sering menyebutnya dengan abu abunya abu terbang, semua tersusun bersatu membentuk kekuatan bumi ini hingga melahirkan jalan beraspal, bangunan berbeton seperti layaknya bendungan, tol, jembatan dan sebagainya. Bahkan hingga pada bagian bumi yang lain, jika manusia bersedia meminang dan pandai mengolahnya, tanah-tanah itu sudah dipastikan akan melahirkan jutaan-jutaan trilyun kesuburan. Atau kalau Tuhan memberikan bocoran istilah kepada manusia menyebutnya dengan : Keberkahan.
Keberkahan bumi pilihan ini atas keMaha AdilanNya sudah dibagi-bagikan kepada manusia dengan menjadikannya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa hakikatnya tanpa pilih kasih. Masing-masing sudah dihitung dan dipertimbangkan-Nya sesuai dengan kadar kesanggupan dan kesediaan manusia itu sendiri. Tuhan sama sekali tidak menginginkan untuk membebani nasib manusia untuk sengsara dan terlunta-lunta tanpa kehormatan. Bahkan KTP untuk setiap manusia dari Tuhan semua dibuat sama merata nyaris tidak ada perbedaan. Semua berjudul sama : “Bahwa kamu Aku ciptakan adalah sebagai makhluk yang paling sempurna di muka bumi”. Dan tugas setiap manusia berikutnya yang diembankan Tuhan pun tak ada yang berbeda : “Khairunnas Anfa’uhum Linnas”- sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia. Tapi kenapa lantas manusia menjadi berklas-klas, berstrata dan merasa berbeda-beda? Padahal porsi akal dan pikiran yang dituangkan Tuhan untuk manusia berfungsi sama ? Ini adalah karena Kesanggupan menfungsikan akal dan pikiran dari masing-masing individu manusia itu berbeda kadar nilai guna dan implementasinya. Bagi yang pandai mengembangkannya, ia akan membentuk manusia luhur dan berfungsi cipta. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga alam di sekitarnya. Begitu bagi yang tak pandai menangkapnya, ia akan tetap menjadi manusia lemah-rendah dan tak berguna. Sangat tepat Tuhan mengandaikan manusia yang tak berkehendak memanfungsikan peran akalnya dengan baik adalah diibaratkan laksana hewan, bahkan lebih rendah dari hewan. Korelasi perbandingannya jelas, manusia dianugerahi Tuhan dengan akal yang tentu seharusnya jauh berilmu pengetahuan dalam mengolah alam semesta, sementara hewan tak berakal, maka ia berkehendak sesuai dengan naluri kebinatangannya semata, tanpa hukum dan aturan. Jadi kalau manusia sederajat dengan hewan hakikatnya adalah baladulluhum.
Seiring dengan perjalanan waktu, sejarah terus mengukir pembuktian bahwa manusia terus haus dengan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan baik cinta, kepuasan, kesenangan, keserakahan dalam sandang, pangan dan papan. Awalnya, Adam dan Hawa memang sangat leluasa menghuni bumi semesta, tak ada yang lain selain keduanya. Hingga lahirlah pemenuhan cinta untuk pertama kalinya yang mengantarkan keduanya berbelai kasih, merindu, dan menginginkan kemewahan keturunan untuk keduanya. Hingga lahirlah Habil dan Qobil. Terlalu luas bumi semesta hadiah Tuhan untuk keduanya. Sekenario kehidupan manusia di bumi pilihan, oleh Tuhan memang didesain dan diformat sedemikian rupa. Agar berlindung dari panas dan hujan Adam mulai berhitung untuk membangun rumah, mulailailah ia melakukan sejarah pengkaplingan bumi pilihan yang pertama kali. Satu dirak dua dirak dan seterusnya, sejengkal demi sejengkal dan seterusnya, sedepa demi sedepa dan seterusnya hingga orang-orang anak keturunan Adam menemukan standar ukuran berikutnya dengan meter, kilometer, centimeter, millimeter, micron dan yang lain.
Layaknya air, pengkaplingan-pengkaplingan terus merambat nyaris memenuhi bumi. Berjuta-juta orang mulai merasa mulai kehilangan keleluasaan dalam mendapatkan jatah kapling. Masing-masing kapling mulai diserifikat. Lantas mereka mengembangkannya dengan bangunan dan rumah-rumah megah, kebun-kebun berbuah, hingga area-area rekreasi, lapangan golf, dan perumahan-perumahan. Tak berhenti, manusia terus bertambah, otomatis, pemenuhan akan tanah pilihan pun terus bergerak melebar. Batas wilayah mulai dibuat line, antar desa antar kampung mulai dibuat gardu perbatasan, antar kota antar pulau mulai di buat jarak dengan suku, bahkan antar Negara mulai juga dibatasi dengan passport. Hingga manusia mulai sempit bergerak di bumi. Karena untuk memenuhi keinginan yang banyak mereka harus membayar dengan harga yang semakin mahal. Di bumi, nyaris tidak ada yang gratis. Bahkan di bawah guyuran jeram genung nan jernih, ramai orang-orang memperdagangkan air. Padahal dahulu, orang-orang kalau minum, cukup dengan air kendi yang langsung diambil dari sumur.
Ingat tentang kisah sejarah Majapahit, bagaimana Gajah Mada juga melakukan penundukan-penundukan dan perampasan-perampasan bumi pilihan dengan dalih politik nusantara. Atau pada sejarah penjajahan, betapa Belanda dan Jepang begitu antusias untuk memperkosa Indonesia. Tak ketinggalan Malaysia dan Indonesia menjadi sempat bergesekan karena saling klaim ambalat. Atau kejadian sebelumnya, Timor-timor melepaskan diri dari cengkeraman nusantara adalah juga karena pada dasarnya menginginkan kekuasaan atas kaplingan bumi pilihan. Semuanya ditempuh dengan harga yang mahal hingga darah dan nyawa. Pembunuhan dan tipu-tipu muslihat mulai terus merambat seperti menggergaji bumi. Antar manusia mulai saling tuding, saling curiga dan saling mempertahankan diri. Mulai untuk menjaga diri dan kehormatan, di rumah-rumah mereka mulai dipersenjatai dengan security, anjing-anjing penggonggong hingga kawat-kawat berlistrik. Manusia-manusia semakin tidak malu-malu melakukan kebiasaan tikam menikam. Ghibah dan makan bangkai saudara sendiri sudah menjadi gizi di setiap pagi bagi pemuja entertainment. Bumi pilihan kian menyempit. Jakarta penuh sesak dengan manusia. Surabaya, Semarang, Medan, Palembang, terus berjibun orang-orang berebut ke kota. Masing-masing berjuang mendapatkan jatah bumi pilihan. Kadar keinginan mereka meskipun berbeda tapi prinsipnya tetap sama. Masing-masing berkehendak untuk kejayaannya.
Hari itu, terlihat tetangga sebelah, saling ribut dan saling serang. Suara yang muncrat dari mulutnya menjadi dahsyat tak selembut sebelumnya. Matanya merah menikam. Kata-katanya saling mengumpat dan menyemburkan ejekan-ejekan. Semua terjadi, hanya gara-gara tetangga sebelahnya terlalu lebih mengkapling tanah kekuasaaannya, hingga masuk menggerogoti ½ meter tanah punya tetangga.
“Lihat batasnya di sertifikat!” teriak tetangga sebelah murka.
“Batukmu…, kamu juga lihat sertifikat” timpal tetangga satunya tak mau kalah.
Bumi pilihan yang dihamparkan Tuhan untuk manusia sebenarnya masih sangat jauh teramat luas kalau hanya untuk sekedar menampung semua makhluknya yang bernama manusia. Tapi manusia sendiri yang justru membuatnya sempit. Mereka tak bisa berbagi rata. Keinginan untuk mendapatkan jatah yang terbaik selalu memenuhi nafsunya. Bahkan mereka hanya berkerumun di satu sudut kota. Perhitungan akan keramaian dan demi kepentingan bisnis untuk timbunan keuntungan selalu menjadi alternative utama. Sementara di tempat lain, untuk tanah nusantara saja, di belahan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, dan yang lain, teramat luas masih bentangan bumi Tuhan yang masih tersia-sia. Bahkan jika berani mengolah, kesuburan dan kemolekannya jauh bisa mengalahkan Jakarta.
Bumi pilihan terus menjadi rebutan. Timbunan orang-orang pada satu sudut kota bisa diukur dari besaran nomor kependudukan. Hingga tidak aneh, jika di satu sudut kota itu bumi pilihan mulai lahir penindasan, perampokan,pencurian, pembegalan, atau perampasan. Ketidak nyamanan hidup di kota terus menggelinding menjegal setiap kepribadian. Orang-orang lantas mendindingi pagar rumahnya setebal-tebalnya dan setinggi-tingginya. Kecurigaan antar tetangga di komplek-komplek perumahan mulai seperti kerajaan-kerajaan kecil. Semakin menyempit tingkat silaturrakhmi, hingga nama tetangga rumah sebelah sudah tidak kenal lagi. Masing-masing tinggal tersisa “say hello” bahkan nyaris sirna.
Di sinilah, di sebelah sudut kota yang jomplang dengan manusia, keramaiannya mulai menyempit menjadi keterasingan di kampung sendiri. Tak ada srawung dan tegur sapa. Masing-masing berlomba dan berebut untuk kepuasan pribadi. Keinginan untuk menjadi diri sendiri membesi, keras dan berkarat. Hingga sampai pada ujung waktunya. Saat Tuhan benar-benar memanggil kembali manusia satu-persatu untuk kembali kepadaNya. Hanya bisa didapatkan, bahwa yang siap menggali lobang kuburnya hanya satu orang, yang siap memandikannya hanya tiga orang, yang siap mengkafani hanya satu orang, yang siap menyolati hanya satu orang dan yang siap mengantarkan ke kuburan hanya lima orang. Dan mereka semua juga adalah keluarganya sendiri. Sampai tercapai kesendiriannya yang sebenarnya. Di dalam timbunan tanah itu; Sendiri !*** (mustaqiem eska/Karebbe Hydroelectric Project-Malili-Sulsel,25/7/09).

Aku mau disana

by: friday


sudah seminggu aku memandangi anak itu asyik saja mengangkat batu, mengocok semen, naik ke genteng dengan tangga, dan lain sebagainya dengan wajah riang dan tanpa beban
Aku yang asyik memperhatikan dari dalam rumah, merasa tersentuh dan tak dapat berkata-kata selain sangat prihatin memandangi dia dengan diam-diam. Rasanya aku ingin bertanya, mengapa jam sekolah seperti ini dia membantu bapaknya mengerjakan rumah kami yang sedang mengadakan rehab kecil-kecilan?. mengapa anak itu tidak di ruang kelasnya? Aku menduga-duga anak ini pasti berumur sekitar sepuluh tahunan.
Suatu sore sesudah selesai bekerja dari hari senin sampai hari sabtu, rasa penasaranku semakin tinggi. Aku memberikan upah mingguan bapaknya dan tidak memberikan apapun kecuali makan siang untuk anaknya. Karena aku merasa tidak pernah meminta anak itu untuk datang dan membantu bapaknya
"Ini ya pak, uang mingguannya, dipotong pinjaman bapak selama seminggu" aku berkata kepada bapak itu sambil memberikan kuitansi tanda terima upah kerja.
Bapak tua itu menerima dengan senang hati setelah membersihkan tanggannya yang kotor di bawah kran di tembok kami
"Pak ngomong-ngomong kenapa anak bapak ikut kerja, apa dia tidak sekolah?" tanyaku sambil menerima kuitansi yang sudah ditandatangani
"Oh, iya bu, soalnya tenaga saya kan sudah kurang, trus dia juga gak sekolah, jadi saya suruh bantu saya saja bu" katanya sambil tersenyum memandang kepada anak itu
"Loh, kenapa tidak sekolah?" tanyaku penasaran. "Masak anak seumur ini tidak sekolah pak, kan sekarang bayaran sudah murah dan wajib belajar sembilan tahun?'
"Murah sih, murah bu, tapi beli bajunya, beli bukunya, beli sepatunya, wah masih banyak pengeluaran bu,..." Dia garuk-garuk kepala
"Anak saya banyak bu ada delapan orang, jadi kakak-kakaknya yang sudah sekolah aja biar bisa nerusin, trus adiknya minta sekolah, nah dia mau ngalah, ya sudah dia bilang mau bantu bapak aja.... anak ini sudah tiga tahun bu gak sekolah" katanya sambil merapikan perlengakapan kerja didekatnya
"Wah jangan gitu to pak, anak anak harus diusahakan sekolah pak" kataku sambil duduk dikursi teras
"Ya iya bu, maunya sih begitu, tapi apa boleh buat, belum ada duitnya bu.." bapak itu kembali memasukkan barang-barangnya yang dipakai kedalam ransel tuanya.
"ayo kita pulang dul, bilang trimakasih sama ibu" bapak tua itu memberi kode kepada anaknya
"Trimakasih bu.." Dia menyapaku dan tersenyum
Ketika mereka akan keluar pagar, hatiku sangat tersentuh dan gelisah. Bayanganku tentang anak ini agar masuk sekolah semakit terlihat jelas. Aku harus mengatakan sesuatu
"Eh dul, kamu mau sekolah?" tanyaku kepadanya. Tiba-tiba dia terdiam dan menengok kepada bapaknya yang kelihatan capek.
"Mau?" tanyaku lagi. Dia kelihatan bingung. Sejenak dia memandangiku dan kembali memandangi bapaknya.
"Mau sih bu, tapi kata bapak kapan-kapan diterusin sekolahnya"
"Memangnya kamu berhenti kelas berapa?" Aku bertanya penasaran
"Kelas empat naik kekelas lima bu" jawabnya sambil menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal
"Begini dul, kalau kamu memang niat mau sekolah, mau nggak kita sama-sama membantu?" tanyaku sambil tersenyum. Aku merasa inilah jalan terbaik yang harus kutawarkan kepadanya
"Mau bu!" tanpa sadar suaranya agak keras sambil tersenyum
"Oh bagus dul, jadi kalau kamu mau ibu bantu, maka kamu juga harus bantu ibu dirumah... kamu tinggal disini bersama kami dan anak-anak ibu, nah kamu bantu ibu bersih-bersih rumah atau cuci mobil, nanti yang lain si mbok bisa kerjakan, jadi ibu tidak usah pakai dua pembantu, cukup kamu saja ikut ibu, sambil kita cari sekolah siang...bagaiman?" tanyaku kepadanya yang serius mendengarkanku
Sejenak terasa hening. Aku melihat ada cahaya di wajahnya yang lelah. Dia tersenyum kepada bapaknya.
"Bagaimana dul? kamu mau tinggal dirumah ibu Ida?" tanya bapaknya sambil terus memandangi anaknya yang kelihatan terharu.
"Iya pak, aku mau....tapi kan rapotku kebawa banjir" katanya perlahan kemudian terlihat ada kekhawatiran di wajahnya
"Oh, kalau rapotmu terbawa banjir, nanti kita lapor ya nak, kita bisa kesekolahmu yang lama, atau ke kantor yang bisa bantu kamu ya" Aku meyakinkan anak itu dan wajahnya kembali berseri.
Mereka meninggalkan aku dengan sikap yang berbeda dari biasanya. Nuansa sore itu terlihat indah meskipun hari semakin larut.
Beberapa hari kemudian, anak itu datang tanpa membawa peralatan kerja, karena memang tidak ada lagi yang perlu diperbaiki di rumah kami. Aku melihat mereka mengangkat tas, sepatu dan sendal yang mulai robek dan duduk di teras rumah kami.
"Wah sudah siap mau sekolah?" gurauku kepada mereka.
"Sudah bu, wong dia nggak bisa tidur hanya memikirkan mau sekolah katanya... tuh, bukunya yang sudah kumal juga semua dibawa bu..."
"wah, semangat mau sekolah ya... nah, sekarang kamu taruh dikamar yang sudah disediakn si mbok, besok kita cari sekolah disekitar sini, kita sama-sama mendaftar ya dul..." kataku sambil duduk di dekat dia.
"Trimakasih bu... sekolah saya yang dulu dekat kok disini, sekolah negeri, dan teman-teman saya yang dibawah saya juga masih disitu..." katanya sambil mengusap-usap tasnya.
"Oh bagus itu... kita besok kesekolahmu dulu ya... ayo pak diantar anaknya kekamar..." Aku meninggalkan mereka karena akan kepasar didekat rumahku
Kami sudah berada di sekolahnya yang lama sambil menunggu kepada sekolah keluar.Sementara kami menunggu, dul melompat kedalam dan memperhatikan teman-temannya yang dulu dibawahnya mengerjakan tugas. Anak itu sangat ingin tahu akan pelajaran yang dikerjakan teman-temannya. Ibu guru yang sedang mengajar kaget karena ia masuk begitu saja. Aku ingin melarang dul dan memintanya keluar, tapi guru itu kelihatan senang karena memandangi dul yang tiba-tiba ikut duduk dimeja temannya sambil mengikut pelajaran.
Aku tertegun...betapa tingginya semangat anak itu...
Sejenak tiba-tiba datang Kepala Sekolah menghampiriku diikuti beberapa guru disampingnya. Aku diajak keruangannya yang sederhana dan dipersilakan duduk bersama guru-guru yang lain.
"Ibu...kami sangat berterima kasih kepada ibu, yang sangat mendukung dul untuk bersekolah lagi..." Aku terkejut, karena ibu itu sudah mengetahui kedatangan kami
" Dul itu tetangga saya, dan orangtuanya sudah menceritakan kepada saya apa yang diinginkan dul selama ini. Sekarang anak itu pasti kami bantu....Terlebih, karena ibu saja yang berbeda agama, mau membantu anak itu,apalagi keluarga itu sangat sederhana... maka apalagi kami, akan mempermudah agar dia kembali sekolah, karena anak itu sangat pintar.... karena anak itu selalu berkata...aku mau disana, bukan disini...sambil dia menunjuk kesekolah kami ibu..." Aku terharu mendengar perkataan ibu kepala sekolah tersebut
"Ibu, kita saling membantu bukan harus memandang agama...tapi karena mereka adalah calon pemimpin dinegara kita ini..." jawabku
"Baiklah ibu, kita bantulah anak itu...anak yang punya cita-cita" Kataku sambil melangkah pulang dengan sukacita dihatiku. Aku berkata dalam hati, suatu saat ia akan menjadi salah satu orang penting! paling tidak dilingkukangannya fikirku..Ada kegembiraan dihati ini